Merantau di Milan

taraTara Qatrunnada – Previously worked as a lecturer in ASRIDE ISWI, Jakarta. Now she’s enjoying being a mother of Alika while accompanying her husband working in Milan, Italy.

Mengurus Dokumen Awal. Kebetulan untuk surat-surat sudah diurus oleh kantor suami (jadi tinggal duduk manis deh! hehe), tapi untuk yang mau urus visa sendiri bisa langsung ke kantor VFS yang merupakan perwakilan dari kedubes Italia untuk mengurus visa. Saya hanya perlu satu kali ke embassy di Jakarta untuk mengurus nulla osta (akte nikah – untuk membawa pasangan dan anak dibutuhkan dokumen ini). Sesampainya di Milan, kami urus lagi Parmesso di Soggiorno (residence permit), cap jari dan foto. Residence permit ini digunakan untuk siswa/mahasiswa Non-EU yang tergabung dalam degree programmes atau single course units yang akan tinggal di Italy lebih dari 90 hari. Aplikasi untuk parmesso di soggiorno ini harus dilakukan dalam waktu delapan hari dari kedatangan di Italia.

Visa yang saya gunakan adalah tipe D – Accompanying Spouse (Al Seguito), dengan visa ini, saya bisa bekerja part time, dengan syarat harus ada sertifikat standard bahasa Italia. Yang perlu diingat, birokrasi di Italia sama kacaunya dengan di Indonesia..! Dan patut diketahui, mereka kerjanya lamaaa banget, walau kadang tergantung hoki juga 🙂

Musim gugur di sebuah taman kota Milan

Tips Mencari Apartemen di Milan. Kebanyakan di sini apartemennya sudah furnished atau bisa juga diisi sendiri dari awal. Kebetulan urusan apartemen juga sudah diurus oleh kantor. Cuman dari pengalaman sepupu yang mengurus sendiri, tipsnya adalah cari landlord yang bisa Bahasa Inggris, agar terhindar dari miskomunikasi saat serah terima apartemen. Sebelum masuk dan deal, selalu cek detail kondisi apartemen, dan ketika mau pindahan kalau ada yang cacat atau rusak, dibenerin sendiri dulu aja (kalau bisa). Opsi lain, banyak pekerja gelap yang lebih murah daripada harus dicharge oleh landlord.

Canals in the Navigli area of the city are an unexpected find. One of the two canals was even designed by Leonardo da Vinci. You can take a boat ride down these canals to see all sorts of cute shops, galleries and restaurants. (image: truenomads.com)

Kendala Bahasa. Buat saya, masalah bahasa ini menjadi kendala banget. Karena di sini jarang sekali ada yang bisa berbahasa Inggris kecuali toko-toko di tengah kota (yang pastinya banyak turis di sana). Tapi ini saya aja ya, untuk mama-mama Indo lain yang di sini tidak terlalu menjadi masalah kalau gak bisa berbahasa Itali. Cuma karena orang Itali itu chatty bgt, kita suka tiba-tiba diajak ngomong…! Haha, nah ini yang bikin saya suka jadi gak enak kalau ga bisa jawab, kesannya jadi sombong 😀 Jadi minimal bisa sedikit bahasa sehari-hari, atau biar mereka tahu juga bahwa kita memang tidak bisa bahasa mereka “Mi dispiace, non posso parlare italiano”. Andaikan saya bisa bahasa Italia, rasanya gak pengen balik pulang ke Indonesia saking betahnya..! Di sini disediakan kursus Bahasa Italia sebetulnya, gratis! Dan bisa sambil titip anak. Tapi sayangnya sampai sekarang saya belum ada kesempatan buat ikutan, maybe next year. Ohya, orang Italia gak searogant orang Perancis kok, kalau buat tanya jalan sama belanja, mereka bakal dengan hati membantu.

 Love and Hate about Milan. I love Italian people…! Meskipun kata orang mereka kurang ramah sama pendatang, tapi so far Alhamdulilah saya selalu ketemu dengan orang-orang baik. Lucunya kalau kata temen-temenku yang single, orang Italia itu super nyebelin dan jutek: karena mereka ga suka pendatang dan mereka (wanita) takut para pria Italia pada kepincut sama wanita-wanita Indonesia, haha. Tapi kalau bawa anak beda cerita, orang Italia itu super ramah sama anak-anak. Alika kalau jalan selalu aja ada para nenek atau kakek ngajak ngomong atau becandain, lucu deh liatnya. Lalu, sayur mayur di Italia itu kualitasnya bagus banget! Di Milan aja (yang notabene kota besar) saya ngerasanya sudah bagus, apalagi di kota-kota lain di Italia? Trus selain itu, apalagi kalau bukan shopping…!! Haha. Harga di sini masih jauh lebih murah dari di Perancis dan Jerman dan modelnya cepet banget berubah, apalagi diskonnya suka menggila…! Untung saya ga terlalu suka shopping *uhuk*.

The Milanese Galleria: Mall housed in a glass-covered 19th-century arcade with luxury clothing brands & upscale dining. (Image: interestingspace.com)

Yang paling ga disukai: COPET (!!). Di Milan bahaya banget copetnya! Trus, orang-orang Gypsy itu sangat menganggu…! Bener-bener harus waspada: utamanya untuk para mama yang bawa stroller, jalan sendiri, selalu hati-hati karena jadi sasaran empuk banget. Yang pasti jaga tas dan harus pasang muka yakin! Kalo ragu atau takut mereka bisa mencium ketakutan kita (emang hiu? Hehehe).

Mencari Kegiatan dengan Anak. Alika selama ini masih main di taman deket rumah saja. Tapi kalau lagi cerah dan mood Alika bagus, saya bawa ke Parco yang lebih besar: Parco Sempione atau Parco Venicia. Untuk berkegiatan sama anak-anak seumur Alika (2 y.o) ada Ludoteche, semacam tempat main rame-rame gitu, dan para mama ikut nemenin. Selain itu ada juga kelas buat anak-anak di bawah usia sekolah yang cukup murah, tapi lagi-lagi kendalanya bahasa.

Parco Sempione is a lush green park with lovely winding paths Surrounded by a castle (Castello Sforzesco), a museum (Triennale di Milano) and other beautiful buildings, restaurants and bars. A great place to unwind. (Image: blogmilano.com)

Ludoteche (image: tusciamedia.com)

Menggunakan Hijab. Sejauh ini tidak ada kendala, malah menggunakan hijab itu jadi meningkatkan martabat *halah*. Di sini orang Asia kurang dihargai, karena kebanyakan pekerja kasar adalah orang Filipina. Jadi mereka gak ramah, kecuali mereka tau kita orang Indonesia dan Erick Thohir (note: Presiden Inter Milan yang asli orang Indonesia)..! 😀 Baru deh lebih ramah. Nah, karena saya pake jilbab jadi mereka pikir saya orang Arab, dan kebanyakan orang Arab kaya, hehehe. Intinya sih di sini orang-orangnya itu reaktif, kalau kitanya ramah, senyum mereka ramah. Kalau kita jutek, mereka bakal lebih jutek lagi. Kebanyakan pendatang di sini kurang ramah, jadi mereka makin gak suka. Contoh: porter di apartemen saya, sebel banget sama saya karena gak bisa Bahasa Italia. Tapi saya senyum dan tetep ramah menyapa, dan kalau ada pesta saya kirimi makanan, dan coba usaha ngobrol Bahasa Italia dikit-dikit, lama kelamaan dia jadi ramah.

Transportasi Umum. Di sini ada metro (subway), bus, dan tram. Untuk bus, ada yang model terbaru jadi lebih mudah kalau kita bawa stroller, karena yang model kuno rada sulit untuk bawa stroller, especially kalau kita sendirian dengan anak. Untuk metro, di sini ada 4 line (merah, hijau, kuning, dan ungu), tempat saya dekat dengan line kuning, nah line kuning ini banyak yang pakai lift. Cuma sekarang karena akan ada Expo Milano 2015, kotanya lagi banyak berbenah dan jadi diperbaharui semua; termasuk menambah lift di metro.

One of Metro Station (Image: http://structurae.net/)

Advertisement

3 thoughts on “Merantau di Milan

  1. Indri says:

    Halo Mom,
    Mom mo tanya soal Italia boleh y, waktu tiba di itali barengan sama suami nggak? Trus waktu itu ngurus nulla osta-ostanya gmn? Suami sy kuliah phd n berencana mengajak keluarga, mohon bantuannya kalau ada info yg bisa disharing. Thx sebelumnya

    indri

    Like

    • ahmad says:

      Assalamu ‘alaikum Bu Tara,
      Saya akan melakukan riset di University of Bologna pada september 2018 dan akan mengajak keluarga. Boleh share alamat email nya, ada beberapa hal yang saya mau tanyakan.

      Semoga bisa mendapatkan bantuan informasi, Terimakasih banyak sebelumnya

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s