Pengalaman Hamil dan Melahirkan di Belanda

Oleh Karina Miatantri-Kienast

Disclaimer: Info tentang kehamilan dan melahirkan yang saya bagikan adalah murni pengalaman saya di Nieuw-Vennep dan Haarlem. Sistem dan pengalaman mungkin saja berbeda di kota lain atau periode yang berbeda.

Awal perjalanan hidup saya menjadi Mamarantau juga adalah awal saya menjadi seorang Mama, karena Freya adalah anak pertama saya dan suami. Praktis ketika saya hamil, saya harus mencari tahu tentang kehamilan dan melahirkan di Belanda. Untungnya sistem kesehatan di Belanda sangat meringankan dan sederhana bagi ibu hamil. Semuanya terstandardisasi sehingga saya tidak perlu bingung mencari di mana dokter kandungan atau rumah sakit yang terbaik. 

Secara umum, asuransi di Belanda sudah mencakup biaya kehamilan dan persalinan yang mendasar. Tapi rekomendasi saya, jika berencana hamil di Belanda, bisa mengambil asuransi yang cakupannya lebih prokehamilan, karena asuransi dasar tidak mencakup biaya seperti persalinan di rumah sakit tanpa kebutuhan medis, kursus kehamilan, kraampakket, konsultan laktasi. Ketika hamil, saya baru mengetahui ternyata asuransi saya tidak mencakup beberapa hal di atas. Memang bukan hal yang signifikan, tapi alangkah baiknya kalau sudah dicakup. Sayangnya saya baru tahu informasi tentang asuransi prokehamilan ini setelah melahirkan, karena awalnya saya kira semua asuransi sama saja. Untuk membandingkan cakupan antarasuransi, bisa menggunakan situs seperti ZorgKiezer atau Independer. 

First Thing First

Langkah pertama yang dilakukan setelah mengetahui kehamilan adalah menghubungi dokter keluarga yang kemudian merujuk saya ke bidan terdekat, yang jaraknya hanya 4 menit naik mobil dari rumah. Bidan lalu menjadwalkan saya untuk pertemuan pertama dan echo/USG minggu ke-11. Pada pertemuan pertama, saya agak kaget karena hampir semua bidan sangat muda dan tampil santai. Tim di klinik tersebut terdiri dari sekitar 10 orang yang mencakup bidan, echoscopist/sonografer, dan bidan magang. Mereka cukup dipanggil dengan nama depan saja dan berpakaian santai memakai jeans dan boots, tidak ada yang memakai atribut seperti jubah dokter. Saya dan suami diwawancara menyeluruh tentang latar belakang keluarga, kesehatan, gaya hidup dan riwayat penyakit. Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan echo, hari perkiraan lahir bayi dikalkulasi. 

Setahun sebelum kehamilan, saya menjalani operasi endometriosis untuk 2 kista saya dengan proses pemulihan yang lumayan traumatis. Setengah takut saya bertanya apakah masih bisa melahirkan per vaginam? Bidan menjawab, karena operasi hanya di ovarium dan tidak membuka rahim, masih bisa per vaginam. Lega sekali rasanya karena teman saya yang melakukan operasi yang sama di tahun 2020 lalu hamil disarankan untuk operasi caesar dengan alasan luka operasi yang masih tergolong baru.

Pemeriksaan kehamilan di Belanda dilakukan sebulan sekali, dan echo hanya di minggu 11, 20, 30 dan 36. Sangat sedikit jika dibandingkan dengan di Jakarta. Setelah memasuki 36 minggu, pemeriksaan menjadi sekali seminggu, tetap tanpa echo. Kalau observasi lebih lanjut diperlukan, akan dirujuk ke dokter kandungan di rumah sakit. Karena saya sering sekali mendengar pengalaman teman di Jakarta yang melakukan operasi caesar terkait tali pusar yang melilit leher/badan bayi, saya bingung ketika bidan tidak pernah membahas hal ini di setiap echo. Akhirnya saya bertanya, apakah tali pusarnya melilit? Mereka menjawab kemungkinan besar iya, karena bayi bergerak aktif setiap hari. Tapi ini adalah sesuatu yang normal atau tidak menjadi pertimbangan mereka untuk melakukan operasi caesar. Lagi-lagi saya bersyukur dengan pendekatan Belanda yang memandang kehamilan sebagai proses kehidupan yang alami dan tidak memerlukan intervensi medis, kecuali diperlukan.

Memasuki trimester kedua, saya diminta memilih mau melahirkan di mana, di rumah sakit atau di rumah. Ibu saya sempat protes ketika saya ingin melahirkan di rumah. Masak mau di rumah? Kan tidak steril, tidak ada alatnya dan pasti berantakan? Sejalan dengan pendekatan alami Belanda terhadap kehamilan, sekitar 30% wanita di Belanda melahirkan bayinya di rumah. Ibu yang sebelumnya tinggal di rumah kami pun melahirkan bayinya di dalam rumah yang sekarang kami tinggali. Dengan usia rumah yang sudah lebih dari 120 tahun, entah berapa bayi yang sudah lahir di rumah kami. 

Meskipun lumayan populer, melahirkan di rumah bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan semua ibu hamil, karena kondisi ibu dan bayi harus sehat dan tidak ada kondisi medis yang menghalangi. Karena saya mendapatkan lampu hijau dari bidan dan kondisi janin sehat, akhirnya kami mantap memilih melahirkan di rumah. Pertimbangan kami adalah melahirkan di rumah adalah hal yang wajar di Belanda dan bidan berpengalaman dalam hal ini, nyaman karena tidak perlu pulang cepat-cepat dari rumah sakit (kalau tidak ada komplikasi, 3-4 jam setelah melahirkan di rumah sakit, kita sudah disuruh pulang), dan kalau saya perlu ke rumah sakit pun, jaraknya dekat. 

Untuk pantangan selama hamil, Belanda juga berbeda dengan Indonesia. Saya masih sering bersepeda selama hamil dan berkebun di Groenste Tuin. Makanan yang dilarang untuk ibu hamil di Indonesia seperti sayuran mentah justru diperbolehkan, tapi udang, tuna dan kerang tidak diperbolehkan. Saat trimester kedua, saya ngidam usus dan paru sapi, yang agak susah didapatkan di toko daging biasa. Untungnya banyak orang Indonesia yang menjual makanan jadi via internet, termasuk bacem usus dan paru. Jadilah jabang bayi kesampaian makan jeroan.

Trimester ketiga

Menyusun Birth Plan

Memasuki trimester ketiga, saya mulai menyusun birth plan yang isinya di mana saya ingin melahirkan, posisi melahirkan, suasana ruangan (misalnya ada musik atau lilin), dukungan bidan seperti apa, siapa yang hadir selama proses melahirkan, siapa yang memotong tali pusar, dll. Bidan memberikan banyak kebebasan bagi ibu hamil untuk menentukan proses kelahiran.

Contoh Birth plan

Pada hari kelahiran, saya diminta untuk menelpon mereka kalau kontraksi sudah berjarak 1 menit atau air ketuban pecah. Lalu, 1 bidan piket akan datang dengan 1 orang suster. Jadi, saya tidak tahu bidan mana dari klinik tersebut yang akan menemani proses kelahiran. Saya memilih 2 opsi persalinan, water birth di bath tub rumah atau menggunakan birth stool, kursi khusus melahirkan dengan lubang di tengah tempat duduknya. Kami juga meminta teman baik Holger yang kebetulan punya latar belakang pendidikan kebidanan untuk ikut hadir menemani. Untuk posisi mendorong bayi, ibu hamil bisa memilih mau jongkok, rebahan, berdiri dengan satu kaki naik ke kursi, posisi merangkak, bersender ke suami… Ganti-ganti posisi pun boleh, sesuai kenyamanan ibu.

Birth stool
Contoh penggunaan birth stool

Memilih Perlengkapan Bayi: Barang Seken, Mengapa Tidak?

Dalam memenuhi perlengkapan bayi, orang Belanda tetap memegang prinsip memakai ulang barang yang masih layak pakai. Teman-teman saya yang memiliki bayi menanyakan apakah saya mau memakai barang atau baju bayinya yang sudah tidak diperlukan, karena banyak barang yang hanya dipakai beberapa bulan. Begitu juga baju yang kadang hanya dipakai 1-2 kali sudah kesempitan. Tips lainnya adalah mencari perlengkapan bayi di Marktplaats, Facebook Marketplace atau pasar King’s day dengan harga yang sangat miring atau gratis. Selain itu, banyak supermarket, drugstore dan toko bayi yang menawarkan baby box gratis bagi ibu hamil, isinya popok, dot, botol susu, makanan bayi, sabun, sampo, dll. Alhasil, kami tidak membeli satu mainan pun, co-sleeper, baby nest dan kursi dipinjamkan teman, tempat tidur, lemari dan berbagai perlengkapan lainnya gratis dan dalam kondisi sangat baik. Beberapa barang ada yang beli baru, supaya tidak perlu memikirkan transpornya. Bukannya tidak sayang anak, tapi saya ingin menghindari konsumsi berlebihan karena barang bayi itu bagus dan menggemaskan semua. Kalau tidak ingat harga atau ukuran rumah yang kecil, rasanya semua barang mau dibeli.

Salah satu baby box gratis, isinya mulai dari popok, kaus kaki, botol susu sampai bir 0% Alkohol

My Birth Story: Beda 180o dari Birth Plan

Manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan. Rumah sudah kami bersihkan menyeluruh, lebih tepatnya suami yang sibuk gosok bath tub dan lantai ruang keluarga sampai bersih karena saya sudah susah (baca: malas) bergerak. Kraampakket yang berisi perlengkapan persalinan di rumah sudah siap di depan pintu. Pada pagi hari tanggal 9 Mei 2022, setelah tidak tidur sama sekali pada malam harinya, di usia kehamilan 39 minggu 5 hari, ketuban saya pecah di rumah dan warnanya hijau. Bidan piket langsung datang ke rumah untuk mengecek kondisi saya. Saya dan suami kemudian diberi penjelasan bahwa karena air ketuban hijau atau meconium, artinya ada peningkatan risiko persalinan, dan saya tidak boleh melahirkan di rumah, harus di rumah sakit. Sempat kecewa tidak jadi melahirkan di rumah, tapi saya dan suami berusaha tenang. Kami juga masih bisa ketawa senang dalam perjalanan ke rumah sakit karena sebentar lagi putri kami lahir.

Di rumah sakit yang jaraknya sekitar 30 menit dari rumah, saya dan suami diantar ke ruang persalinan yang bentuknya seperti kamar rawat inap biasa. Tim dokter dan bidan jaga memperkenalkan diri dan memberitahu bahwa kondisi vital bayi dimonitor dan saya akan mulai diinduksi untuk mempercepat kelahiran. Teman Holger datang dan kami semua masih bisa mengobrol santai, saya belum merasakan kontraksi yang signifikan. Awalnya saya mencoba menghafal nama bidan dan suster yang datang mengecek setiap 30 menit sekali, tapi ternyata mereka berganti shift setiap 3-4 jam. Jadi dari awal kedatangan sampai Freya lahir, mungkin saya bertemu dengan 5-6 bidan dan suster berbeda. Samar-samar dari kamar sebelah kanan dan kiri ibu-ibu yang teriak kesakitan sudah bukan seperti suara manusia lagi, ya ampun sesakit itu kah… Saya pasang lagu kencang dan birth affirmation audio untuk menjaga mood tetap santai dan siap menyambut bayi. 

A person lying in a hospital bed

Description automatically generated

Awal proses induksi, masih bisa senyum

Sekitar jam 8 malam, saya memasuki fase active labour dengan kontraksi yang wow, tidak bisa digambarkan dengan kata-kata haha… Kadang 10 menit tanpa jeda. Tentunya sudah tidak bisa ketawa lagi, tapi menangis juga tidak. Saya berusaha sekuat mungkin untuk melakukan teknik pernapasan Lamaze yang saya pelajari di kursus pranatal. Suami memegang tangan kiri, dan Eva teman kami memegang tangan kanan saya. Ajaibnya sampai Freya lahir saya tidak pernah sekalipun teriak seperti adegan melahirkan di film, karena dalam hati saya terus berpikir, “Mungkin setelah ini ada yang lebih sakit dari ini. Tahan ya, napas saja terus. Napas terus. Simpan tenaganya, nanti habis kalau teriak.” Sedang melahirkan pun saya sempat overthinking, pemirsa. Suami saya bingung, istrinya yang mudah mengaduh kalau tergores atau terbentur sesuatu kok ya sanggup melalui 9 jam kontraksi tanpa berteriak atau menangis. Kalau diingat kembali, sungguh salut dan terharu dengan diri sendiri.

Waktu menunjukkan jam 3 pagi. Sampai saat ini, sudah lebih dari 40 jam saya belum tidur. Kontraksi meningkat dan mereda terus menerus seperti ombak. Akhirnya saya mencapai bukaan 10, tapi urgensi untuk mendorong bayi masih lemah. Setelah mencoba mendorong dengan posisi rebahan selama 15 menit, bidan menanyakan apakah saya ingin mencoba mendorong di birth stool. Ternyata posisi duduk ini sangat memudahkan karena terbantu gravitasi ketika mendorong bayi secara vertikal ke bawah. Recommended banget posisi melahirkan ini.  Tiga puluh menit kemudian, pada pukul 4.55 pagi, lahirlah Freya dengan tali pusar yang melilit lehernya sampai 4 lilitan! Bidan sigap melepas lilitan tali pusar dan meletakkan Freya di lengan saya. Waktu serasa berhenti… Saya dan suami bergeming takjub memandang bayi mungil di gendongan saya, tangisnya memenuhi ruangan kamar yang temaram, dingin dan hening.

Bersama suster, asisten bidan, Freya, suami dan teman

Setelah Holger memotong tali pusar Freya dan kondisi bayi dipastikan sehat, Freya dikembalikan ke pangkuan saya dan tim bidan meninggalkan kami bertiga saja di dalam kamar untuk inisiasi skin to skin. Dipikir-pikir, jika hamil di Indonesia, bisa jadi saya harus operasi Caesar, karena ada 4 faktor risiko sebagai berikut pada kehamilan saya:

  1. Operasi endometriosis 1 tahun sebelum kehamilan;
  2. Tali pusar melilit leher 4 kali;
  3. Usia kehamilan (hampir) 40 minggu; dan
  4. Meconium atau air ketuban hijau.

Pascanatal dan Kraamzorg

Bidan menjelaskan, setelah sarapan selesai saya bisa mandi dan dipersilakan pulang. Sekitar jam 10 pagi, 5 jam setelah kelahiran Freya, kami sudah kembali di rumah. Rasanya luar biasa lelah dan mengantuk, sampai saat ini saya belum tidur 48 jam. Di rumah, hanya ada saya dan suami karena kedua orang tua belum datang ke Belanda dan tidak tahu selanjutnya harus bagaimana. Hanya bisa setengah tertawa, “Now what do we do with this baby?”

Muka-muka kurang tidur

Breastfeeding anytime anywhere

Untungnya perawat kraamzorg datang tidak lama kemudian. Bersyukur sekali Belanda punya fasilitas unik pascanatal yang disubsidi pemerintah, apa lagi bagi kami yang first time parents dan jauh dari keluarga. Kraamzorg adalah perawatan yang khusus membantu ibu dan bayi pada 7-8 hari pertama setelah melahirkan. Fungsi utamanya adalah memastikan pemulihan ibu secara efektif dan efisien serta bayi tumbuh dengan baik. Bantuan yang diberikan mulai dari, tapi tidak terbatas kepada:

  • mengecek kondisi fisik ibu dan bayi dan menghubungi bidan/dokter jika diperlukan;
  • mengajarkan cara merawat bayi seperti mengganti popok dan memandikan;
  • memasak sarapan dan makan siang untuk ibu;
  • membantu proses menyusui supaya lancar;
  • menjaga bayi ketika bapak dan ibu perlu istirahat;
  • menjaga area rumah tetap bersih dan higienis.

Perawat kraamzorg yang membantu masa postpartum

Berkat perawat kraamzorg, masa postpartum yang seperti roller coaster rasanya lebih ringan dan banyak terbantu. Di bulan pertama setelah kelahiran, kami tidak perlu banyak keluar rumah karena tim bidan dan posyandu pun melakukan check up ibu dan bayi ke rumah. Cuma kurang tukang pijat seperti di Indonesia yang bisa ke rumah, hanya bisa mengandalkan suami untuk pijat badan yang rasanya remuk setelah melahirkan.

Tradisi Jerman dan Belanda, memasang burung bangau di depan rumah kami saat Freya baru lahir

Berkaca ke pengalaman hamil dan melahirkan di Belanda, sebagai orang awam saya memandang Belanda menganggap kehamilan sebagai proses alami, dengan intervensi medis seminimal mungkin. Walaupun kadang terkesan sederhana dalam mengecek kehamilan, bidan sigap melakukan eskalasi ke dokter spesialis jika ada kekhawatiran tentang kondisi janin. Masa postpartum cukup menenangkan karena adanya kraamzorg dan kunjungan bidan ke rumah yang tidak hanya mengutamakan kondisi fisik, tapi juga dukungan mental bagi ibu. 

Satu hal yang saya dan suami sangat apresiasi di Belanda adalah betapa tingginya kebebasan bagi ibu hamil dan orang tua dalam merencanakan kelahiran dan merawat anak. Bidan atau dokter siap membantu tapi akan mundur teratur kalau kami tidak setuju dengan suatu hal. Untuk isu ini, pembahasannya mungkin perlu artikel Mamarantau lanjutan. Sementara sampai sini dulu. Terima kasih sudah membaca. Semoga sehat dan semangat selalu semua Mamarantau!

Groetjes uit Nieuw-Vennep,

Tantri

Advertisement

Merantau di Nieuw-Vennep, Belanda

Karina Miatantri-Kienast

Hoi allemaal, nama saya Karina Miatantri-Kienast, biasa dipanggil Tantri. Ibu 1 anak yang saat ini tinggal di kota kecil Nieuw-Vennep. Jarang sekali yang pernah mendengar nama kota ini di Belanda, meskipun lokasinya sangat strategis, dengan kereta hanya 10 menit ke Bandara Schiphol dan 25 menit ke Amsterdam atau Den Haag. Dengan sepeda juga bisa dengan mudah gowes ke Keukenhof, kebun tulip favorit turis yang selalu ramai setiap musim semi tiba.

Salah satu dari 3 jembatan ikonik Nieuw-Vennep rancangan Calatrava

Kota Kecil Nan Strategis

Di Nieuw-Vennep saya tinggal dengan Holger, suami saya yang berasal dari Jerman, dan Freya, putri kami yang lahir di musim semi 2022. Sebelum tinggal di sini, saya pernah merantau di beberapa kota Belanda pada 2 periode berbeda, yaitu Groningen dan Utrecht (2015-2016) dan Rotterdam (2020).

Namun, di luar periode waktu itu saya tinggal dan bekerja sebagai Analis Infrastruktur di kota kelahiran saya, Jakarta. Sebagai big city girl dari Jakarta, jujur saya mati gaya tinggal di kota kecil. Di ketiga kota Belanda tempat tinggal sebelumnya, banyak sekali pilihan konser musik, kelas tari, seni, festival dan area kota yang bisa dieksplor.

Setelah menikah dan pindah ke Nieuw-Vennep pada pertengahan 2021, saya sempat stres karena kotanya sangat sepi. Kota ini memang lebih ramah anak dan cocok untuk keluarga dibandingkan kota besar. Banyak ruang terbuka hijau dan aktivitas olahraga yang bisa dicoba.

Amsterdamse waterleidingduinen, hutan cagar alam dekat rumah yang penuh dengan hutan liar

Karena saya memutuskan untuk fokus mengurus anak dan berhenti bekerja kantoran tapi tetap ingin punya aktivitas di luar rumah, beberapa bulan pertama saya aktif mencari inisiatif lokal dan aktivitas yang sesuai minat saya. Ternyata di kota kecil dengan penduduk 31.000 jiwa ini, banyak kegiatan sukarela dan inisiatif yang menarik untuk berbagai usia. Berikut ini adalah beberapa di antaranya yang saya ikuti.

Berkebun Organik di De Groenste Tuin

Orang Belanda senang sekali berkebun dan merawat tanaman. Kebanyakan rumah di sini penuh dengan berbagai macam bunga dan tanaman hias warna-warni. Selain itu, banyak lahan tidur yang dimanfaatkan sebagai volkstuin (kebun rakyat). Lahan dibagi menjadi petak-petak kecil yang ditanami sayuran dan buah-buahan. Suatu hari saya tidak sengaja menemukan De Groenste Tuin, kebun organik yang mencari sukarelawan. Wah, kapan lagi bisa belajar menanam sayuran dan buah-buahan secara gratis. Lucu kan, saya yang dari negara agraris tropis tidak tahu cara menanam makanan sehari-hari.

Rumah kaca tempat menanam tomat, cabai, basil, dll.

Bersama sukarelawan kebun yang kebanyakan oma-oma Belanda, saya belajar cara menyiapkan tanah untuk musim tanam tahun depan, menutup lahan dengan daun supaya terlindungi dari salju dan embun es, mencabut rumput liar, hingga panen wortel, kentang, labu, cabe, akar seledri (celeriac), bawang perai (leek), arugula, bunga-bungaan yang bisa dimakan, dll. Setiap akhir hari, oma-oma selalu menawarkan sayuran hasil panen untuk saya bawa pulang. Jadi saya bisa mencicipi hasil kebun juga, yang beberapa belum pernah saya lihat atau makan sebelumnya. Selain sehat fisik dan mental karena seharian jongkok mengolah tanah di udara terbuka, saya pun bisa latihan Bahasa Belanda dengan para oma dan pengunjung kebun.

Pertama kali Freya bertemu dengan para Oma di Groenste Tuin
Setiap hari Minggu, hasil kebun yang semuanya organik dijual dengan harga terjangkau
Open day tahunan dengan live music dan olahan hasil kebun

Ketting Kledingruil: Tampil Modis dan Ramah Lingkungan

Sejak kuliah di Bandung di awal tahun 2000-an, saya senang thrifting ke Tegalega untuk belanja baju atau tas vintage. Saya juga salah satu pelanggan Chicalega, merek baju co-founder Mamarantau kita tercinta 😀 Bahkan sudah seperti personal buyer saja, Chica hafal model-model baju yang saya suka.

Saat kuliah S2 di Groningen, untuk pertama kalinya saya mengenal konsep clothing swap, yaitu acara dimana setiap peserta bisa membawa sejumlah pakaian untuk ditukar dengan pakaian peserta lain. Intinya, tukaran baju. Acara ini selalu super seru, karena bisa kenalan dengan peserta lainnya dan saling kasih saran. Namanya juga perempuan ya… Rumpi banget.


Lockdown akhirnya memunculkan versi baru clothing swap, yang dalam Bahasa Belanda disebut dengan ketting kledingruil (ketting = rantai, kleding = pakaian, ruil = tukar). Inisiatif ini menawarkan cara mudah untuk bertukar pakaian dengan orang lain di lingkungan/kota yang sama tanpa berkumpul di satu tempat. Ide ini muncul di Amsterdam pada tahun 2020, dan saking suksesnya, saat ini sudah berkembang menjadi 410 rantai aktif di seluruh Belanda. Cara bergabungnya mudah.

Pertama-tama, saya mencari dan mendaftar ke admin rantai yang berlokasi di Nieuw-Vennep. Lalu, nama, alamat dan nomor telepon saya dicantumkan di suatu app yang berisi daftar peserta rantai berikut dimana tas pakaian berada dan tanggal tas diperoleh. Peserta sebelum saya akan mengantarkan tasnya ke saya, setelah 3-4 hari saya akan mengantarkan tas tersebut ke peserta berikutnya. Setiap anggota harus menjaga kebersihan isi tas, dan kerahasiaan data pribadi anggota lainnya. Baju yang diperoleh pun tidak boleh dijual kembali. Semuanya bersifat sukarela dan saling percaya.

Di Grup Facebook Ketting Kledingruil Nieuw-Vennep, anggota bisa berinteraksi dan mengirimkan foto baju yang mereka peroleh dari tas atau yang dimasukkan ke dalam tas. Berkat ketting kledingruil, saya hampir tidak pernah membeli baju baru. Setiap tas datang, rasanya seperti kejutan kecil karena saya tidak tahu isinya apa. Mulai dari gala dress, sweater, celana jogging, syal, banyak sekali pakaian unik yang mungkin tidak pernah terpikirkan untuk dibeli kalau lihat di toko. Tapi ketika dicoba, eh ternyata bagus juga. Mulai dari Zara, H&M, sampai jaket Adidas pernah saya temukan di tas. Ketika saya ingin decluttering atau mengembalikan baju yang tidak ingin saya pakai lagi, saya masukkan ke tas berikutnya. Belanda bisa dibilang surganya pasar dan toko vintage. Di setiap kota ada kringloop (toko yang menjual barang bekas) atau weggeefwinkel (toko giveaway/gratis). Orang-orang di sini peduli dengan isu minimalisme, 3R (Reduce – Reuse – Recycle), konsumerisme berlebihan, zero waste, dan mereka tidak segan untuk membeli atau menggunakan barang, baju atau mebel bekas yang kondisinya masih bagus. Semakin vintage, malah semakin mahal!

Nomor tas ditandai dengan gantungan kunci

Beberapa contoh baju di dalam tas

Taalwandeling & Taalcafe

Banyak orang nonBelanda yang tinggal bertahun-tahun di Belanda tanpa bisa Nederlands/Bahasa Belanda, karena menurut data EF (English First) di tahun 2022, Belanda adalah negara dengan tingkat profisiensi Bahasa Inggris nomor 1 di dunia. Hampir semua orang bisa berbahasa Inggris, dan banyak yang mumpuni dalam bahasa Eropa lainnya seperti Jerman, Prancis atau Spanyol. Yang bisa Bahasa Indonesia juga banyak, lho! Jangan sembarangan julid di tempat umum, siapa tau mas/mbak bule di samping mengerti. Hehe.

Meskipun bisa Bahasa Inggris, saat saya pindah permanen ke Nieuw-Vennep, saya memutuskan ingin lancar berbahasa Belanda, hitung-hitung menambah keterampilan dan memperluas network. Lantaran sehari-hari selalu bicara dalam Bahasa Inggris dengan suami, maka saya harus latihan di luar rumah. Awalnya admin Ketting Kledingruil yang mengetahui bahwa saya ingin belajar Nederlands, merekomendasikan Taalwandeling (taal = bahasa, wandeling = jalan-jalan). Seperti namanya, kegiatan ini mempertemukan sukarelawan Belanda dan pemelajar/peserta, sambil berjalan santai keliling kota dan latihan Nederlands selama 1 jam setiap minggunya.

Kebetulan peserta dan sukarelawan Taalwandeling semuanya wanita. Kebanyakan sukarelawan adalah pensiunan, dan umurnya ada yang mencapai 80an tahun tapi masih segar bugar dan awet muda. Lansia di Belanda memang berbeda dengan stereotipe lansia yang mulai pikun atau kurang sehat. Saya sering bertemu dengan lansia yang sudah berumur 70-90 tahun tapi masih bergaya
muda, memakai sepatu boots, jalan dan bicara dengan lancar. Sebisa mungkin mereka akan melakukan semua aktivitas sendiri, dan tetap menjaga hubungan sosial dengan warga lain melalui kegiatan sukarela, berkumpul di senior centre yang ada di setiap lingkungan atau mengikuti klub-klub olahraga lansia, seperti jogging dan renang. Dalam hal kesehatan, saya salut sekali dan semoga bisa mencontoh orang Belanda yang cenderung aktif dan sehat sampai usia lanjut.

Peserta Taalwandeling yang antara lain berasal dari Kazakhstan, Turki, Belarusia, India, Kroasia, Eritrea dan tentunya Indonesia 😉

Setiap Taalwandeling diakhiri dengan kopi atau teh di Perpustakaan Nieuw-Vennep

Peserta Taalwandeling juga merekomendasikan saya ke kegiatan belajar bahasa lainnya, yaitu Taalcafe atau kafe bahasa. Taalcafe Nieuw-Vennep mengajak pesertanya untuk pertama-tama menonton berita mingguan dari NOS Journal, acara berita dengan Bahasa Belanda yang sederhana dan mudah dimengerti. Setelah itu, peserta dibagi menjadi 3 grup dengan fokus yang berbeda: 1)
membaca artikel berita dengan tingkat bahasa yang cukup tinggi; 2) belajar kalimat dan tata bahasa sehari-hari; atau 3) yang ingin mengobrol santai saja. Kita bebas memilih grup yang ingin diikuti di setiap pertemuan.

Taalcafe dijalankan oleh 3 sukarelawan antusias, Hans, Rob dan Anita dan diikuti oleh peserta dari berbagai negara. Takjub sekali rasanya ketika pertama kali mengikuti Taalcafe, ternyata Nieuw-Vennep yang sekecil ini penduduknya sangat beragam.

Taalcafe edisi Paskah bersama anak-anak yang sedang libur sekolah

Melalui kedua aktivitas ini, saya mendapat teman baru dari berbagai penjuru dunia, antara lain Polandia, Rusia, Kroasia, India, Kazakhstan dan Turki, dan juga negara-negara yang jarang didengar, seperti Ghana, Mauritius, Belarusia, Georgia, dan Eritrea.

Di Taalcafe saya juga berkenalan dengan Fezanne dari Mauritius yang baru melahirkan anak keduanya. Fezanne banyak memberi saran dan tips sebagai ibu hamil di Belanda dengan segala seluk beluk dan tradisinya yang berbeda. Di mana sebaiknya mencari perlengkapan bayi, merek popok yang murah meriah, memilih tempat melahirkan (di rumah atau di rumah sakit), apa yang dimaksud dengan consultatiebureau, kraamzorg dan berbagai istilah asing seputar kehamilan. Kami berdua berusaha keras untuk berkomunikasi dengan kosa kata Bahasa Belanda yang terbatas. Setelah 2 jam mengobrol, saya bertanya, “Kamu bisa Bahasa Inggris nggak, sih?”, “Bahasa Inggris itu salah satu bahasa resminya Mauritius, say.”, jawab Fezanne. “Lah dari tadi kita ribet banget ngobrol pakai Bahasa Belanda ya!”, tawa kami berdua.

Cerita lucu dengan Fezanne ini saya sampaikan di Taalcafe, dan akhirnya saya diminta jadi perwakilan untuk berbagi tentang Taalcafe pada acara ulang tahun Taalhuis Haarlemmermeer yang ke-5 di bulan Maret 2022 dengan penonton yang jumlahnya 100-200 orang. Wah, deg-degan sekali rasanya harus pidato Nederlands di depan banyak orang. Bersama Hans, administrator Taalcafe
Nieuw-Vennep, saya bercerita tentang aktivitas Taalcafe, suka dukanya pindah dari megapolitan ke kota kecil di Belanda, dan manfaat yang saya peroleh sejak bergabung di Taalcafe, terutama sebagai ibu hamil. Meskipun keringat dingin dan di atas panggung saya banyak nge-blank, tapi penonton terhibur dan (sepertinya) mengerti apa yang saya sampaikan. Setelah pidato, beberapa penonton mengapresiasi usaha saya dan ada juga yang bicara dengan Bahasa Indonesia. Belanda memang tidak kekurangan inisatif untuk berkenalan dengan sesama warga atau belajar bahasa. Masih banyak kegiatan lainnya yang bisa disesuaikan dengan waktu luang dan minat kita.

Pidato Bahasa Belanda pertama kalinya setelah 9 bulan tinggal di Nieuw-Vennep

Menari Tradisional dan Kontemporer

Ada beberapa skill orang Indonesia yang menguntungkan jika dimiliki di Belanda, antara lain memasak dan menari. Masakan dan budaya Indonesia sangat digemari masyarakat Belanda. Warung dan restoran Indonesia ada di mana-mana, bahkan supermarket di sini menjual makanan jadi seperti nasi kuning, soto medan, atau rendang. Berhubung saya tidak jago masak tapi hobi menari, saya berjodoh dengan grup tari Indonesia yang tidak jauh dari rumah. Tidak cuma tradisional, tapi tari kontemporer dan a la Las Vegas Gala juga kami sanggupi. Grup tari Indonesia di Belanda cukup banyak dan laris manis hingga ke negara-negara tetangga. Saat musim panas adalah periode tersibuk bagi grup-grup tari karena banyaknya pasar malam dan festival. Jadi, untuk yang suka menari, bisa mencari grup tari terdekat atau bahkan memulai grup sendiri.

Mewakili Indonesia di Embassy Festival 2022 dengan gabungan tari-tari nusantara

Ceritanya bersambung di part berikut tentang menjalani kehamilan dan persalinan di Belanda ya!

Liputan: Cerita World Cup Qatar 2022

Assalammualaykum wr wb,

Saya Danar WS Wulandari akrab disapa Beqi. Saat ini tinggal di Doha, Qatar sejak April 2018 karena ikut suami yang dipindahtugaskan dari Dubai ke Doha. 

Saat ini di Qatar sedang berlangsung event sepakbola paling dinantikan pecinta bola seluruh dunia, FIFA World Cup 2022. Menarik banget penyelenggaraan piala dunia kali ini karena Qatar adalah negara kecil yang penduduknya hanya 3 juta jiwa (itu pun 90% di antaranya adalah expatriate!).

Apa dampak persiapan piala dunia bagi residen?

Bagi residen yang menetap di Qatar, ajang piala dunia ini tentu saja berdampak dalam kehidupan sehari-hari. Overall, pembangunan pesat terjadi di Qatar untuk menambah tingkat kenyamanan hidup warganya. Banyak taman dengan rumput hijau dan pepohonan dibangun serta dilengkapi dengan playground dan barbeque area. Hampir semua taman menyediakan toilet umum dan mushola. Sistem transportasi umum dibenahi dengan dibangunnya highway, MRT dan menambah armada bus. Sebelumnya kami harus mengandalkan mobil pribadi dan taksi untuk mobilitas dalam kota. 

Qatar juga membangun beberapa mall, hotel, apartment, restoran, dan museum.

Qatar Olympic and Sports Museum opened earlier this year at the Khalifa national stadium
Yayoi Kusama’s Ascension of Polka Dots on the Trees (2002/2022) Installation view, My Soul Blooms Forever, Museum of Islamic Art, Doha, Qatar.

Di bidang telekomunikasi, perusahaan telkom Qatar, Ooredoo, membangun sistem jaringan 5G yang bisa dinikmati bahkan ketika kita berada di tengah-tengah gurun.

Tentu saja sisi negatif penyelenggaraan Piala Dunia juga dirasakan residen. Kami termasuk yang harus pindah rumah karena apartemen kami dipakai untuk penginapan para fans bola. Pembongkaran jalan karena perbaikan sistem gorong-gorong juga sempat membuat kami kesulitan berkendara di Qatar. Namun, semua itu seakan hilang bersama euforia piala dunia sejak kick off pertama tanggal 20 November lalu.

Kami berbaur dengan seluruh fans dari berbagai negara dan bersuka cita menyambut datangnya event ini. Hampir di setiap sudut kota dipasangi kemeriahan piala dunia. Pemerintah Qatar dan pengusaha menggelar tempat nonton bareng yang dilengkapi dengan layar besar, hiburan-hiburan, kursi yang nyaman, toilet dan food truck. Di Corniche, setiap malam para fans dimanjakan dengan kembang api yang dipadukan dengan atraksi drone dan water fountain.

Football supporters watch a fireworks display during the Fifa Fan Festival opening day at the Al Bidda park in Doha on 19 November 2022 

Yang perlu diacungi jempol dalam penyelenggaraan piala dunia oleh Qatar adalah ajang ini kids friendly dan muslim friendly. Dengan adanya keputusan FIFA yang melarang penjualan minuman beralkohol di stadium, banyak fans datang bersama keluarga (bahkan bayi dan balita diajak juga). Banyak fans wanita mengakui merasa aman berada di stadium karena penjagaan yang ketat dan tidak ada yang mabuk-mabukan.

Di dalam fan festival ada museum anak-anak yang terisolir dari gegap gempita after match party. Di setiap stadium disediakan mushola dan jika pertandingan diadakan hari jumat siang, maka ada penyelenggaraan solat jumat juga di stadium tersebut. MasyaAllah ya!

Untuk kami pribadi, momen piala dunia ini sangat istimewa. Hayya card (kartu pengganti visa masuk Qatar selama piala dunia) dapat digunakan juga sebagai pengganti visa masuk Arab Saudi. Kami memanfaatkan momen ini untuk pergi umroh ke Mekkah dan berziarah ke Madinah.

Sekarang Piala Dunia sudah hampir menuju final. Sebagian atlet dan fans sudah pulang ke negaranya masing-masing. Bagi kami yang menetap di sini, tentu kami akan rindu dengan kemeriahan dan keramaian jalanan seperti saat world cup berlangsung. Ini juga menyisakan harapan bagi saya agar semua fasilitas dan kenyamanan yang sudah dibangun tetap dapat dirasakan seterusnya.

Salam dari Qatar!

Merantau di Buenos Aires, Argentina

Yulita Patricia Semet

Hola! Saya Yulita Patricia Semet, biasa dipanggil Sishi. Psikolog anak dan Ibu dari 3 anak yang saat ini sedang mendampingi suami bertugas di KBRI Buenos Aires, Argentina. Keluarga kami berangkat ke Argentina pada bulan September 2020 lalu untuk mendampingi suami yang bekerja sebagai diplomat di KBRI Buenos Aires. Rencananya kami akan tinggal disini sekitar kurang lebih 3,5 tahun. Dengan mendampingi suami saya di sini, saya berkesempatan untuk fokus mengurus anak-anak dan mengeksplor hobi saya, yaitu merangkai bunga dan fotografi.

Ini pertama kalinya saya tinggal di luar negeri. Awalnya sama sekali tidak menyangka akan bisa ke sini (Argentina). Perjalanannya aja ditempuh selama kurang lebih 2 hari, dan di masa pandemi pula. Tantangan utama adalah di bahasa, karena di sini menggunakan bahasa spanyol yang disebut Castellano, jadi agak beda juga dengan bahasa spanyol umumnya. Alhamdulillah, so far ketemu dengan teman-teman orang Argentina yang open, helpful, dan ramah jadi adaptasi pun lancar.

Di sini ada 4 musim, mirip dengan Australia, jadi suhunya medium lah ya ga sampe panas banget atau dingin banget. 

Tantangan Merantau

Ngurus 3 anak sendirian di tempat baru bener-bener stressful. Beberapa bulan pertama saya sempet ngerasa burnout dan depresi. Ngerasa banyak tekanan dan tuntutan untuk bisa ngejalanin semuanya dengan baik dan perfect, apalagi karena saya psikolog anak kan. Padahal sebenernya tekanan dan tuntutan itu dari pikiran saya sendiri aja. Alhamdulillah suami support dan saya pun belajar untuk let go. Belajar tentang prioritas: yang mana yang harus dikerjain duluan, dan belajar untuk kasih waktu untuk diri sendiri: untuk istirahat dan do what makes me happy. Belajar untuk put my self first; karena ketika saya tercukupi, saya bisa berfungsi secara lebih baik, serta mengurus anak-anak dan keluarga dengan lebih maksimal juga.

Sebisa mungkin saya ajak anak-anak untuk beraktivitas di luar rumah seminggu >3x. Jalan-jalan di taman atau playground. I think that’s a win win because the kids can play freely saya juga jadi bisa relaks. Di sini banyak playground dan taman hijau yang mudah diakses dengan jalan kaki. Orang tua-orang tua di sini juga termasuk yang hangat, santai, dan suportif, ga sedikit-sedikit ngelarang. Di sini juga orang tua-orang tuanya saling jaga & saling back up jadi ngerasa aman aja kalau anak-anak playdate atau main bareng di playground. Sejauh ini, anak-anak bisa beradaptasi dengan baik. Makan minum lancar, sekolah lancar, punya banyak teman juga.

Tempat yang menarik dikunjungi di Buenos Aires dan sekitarnya

Di kota Buenos Aires sendiri ada banyak taman, playground, museum, dan gedung-gedung tua seperti di Eropa. Jadi banyak banget yang bisa dieksplor.

Argentina sendiri negara yang sangat besar dan memiliki keindahan alam yang bervariasi. Di bagian utara ada pegunungan Andes yang gunungnya berwarna-warni, di perbatasan dengan Brazil ada Air Terjun Iguazu, yang termasuk salah satu dari 7 keajaiban dunia. Turun ke selatan ada pegunungan Patagonia. Daerah Bariloche terkenal dengan danaunya yang biru. Lalu ada perkebunan tulip di daerah Chubut dan wisata glacier di Ushuaia. Seru banget untuk dieksplor!

Tempat untuk Belanja Makanan Indonesia dan Komunitas Indonesia di Buenos Aires

Nah, untuk makanan Indonesia memang agak susah karena disini belum ada restoran Indonesia. Alhamdulillahnya, ada 2 local staff yang pintar masak jadi bisa buka PO makanan Indonesia ke mereka. Masyarakat Indonesia pun di sini relatif sedikit dan tersebar di seluruh Argentina, ada yang sebagai rohaniwan/i dan ABK (Anak Buah Kapal). Untuk kami yang tinggal di Buenos Aires, biasanya kami berkumpul seminggu sekali di KBRI untuk berlatih angklung atau pertemuan berkala dengan ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan (DWP). 

Untuk Komunitas Muslim sendiri, karena di sini muslimnya minoritas, jadi Ramadan tetap beraktivitas seperti biasa aja, ga ada kemeriahan khusus. Enaknya, Ramadan di sini jatuh pada musim gugur, jadi puasanya sekitar 11-12 jam saja (dari jam 6 pagi hingga 6 sore), sedikit lebih pendek dari Jakarta. Lebaran pun jatuh di hari kerja, jadi hanya KBRI dan negara muslim yang meliburkan diri. Hehe.. Tahun 2022 ini, umat muslim di Buenos Aires bisa shalat Ied berjamaan di Mesjid Rey Fadh, saat lebaran mesjid juga menyediakan area bermain anak2 di halaman mesjid jadi semuanya bisa berkumpul, silaturahmi, dan bersenang-senang merayakan hari lebaran bersama2.

Merantau di Groningen, Belanda

Halo! Nama saya Monika Oktora, biasa dipanggil Monik. Ibu dua anak, yang juga sedang sekolah. Sejak kecil memiliki hobi menulis, membaca, dan akhirnya memiliki blog dan buku sendiri. 

Kami merantau ke Groningen sejak tahun 2014. Sebelumnya saya dan keluarga bermukim di Bekasi. Saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan setelah melahirkan anak pertama saya. Setelah anak saya berusia 1.5 tahun, saya baru memberanikan diri untuk melanjutkan studi S2. Suami sangat mendukung rencana tersebut, bahkan ia yang lebih semangat mendorong saya untuk lanjut kuliah. 

Alhamdulillah saya diterima di program MSc. Medical Pharmaceutical Science, University of Groningen dengan beasiswa dari Indonesia. Saya dan keluarga pun hijrah ke Negeri Kincir Angin. Saat itu, suami pun berusaha mencari peluang kerja atau sekolah juga. Walaupun tidak mudah, tapi dalam waktu yang relatif tidak lama, akhirnya suami mendapatkan pekerjaan di bidang yang sama dengan pekerjaan yang ia tinggalkan di Jakarta. Mungkin itu adalah berkah dari ridanya suami dalam mendukung pilihan saya untuk sekolah lagi, jauh dari kampung halaman. 

Di pertengahan tahun 2016, saya menyelesaikan studi S2 saya. Sementara suami masih melanjutkan pekerjaannya. Saat itu yang terpikir oleh saya adalah untuk mengambil “jeda” setelah bergulat dengan kesibukan studi plus mengurus rumah tangga. Suami kembali mengingatkan saya untuk tidak terlalu lama terbuai oleh waktu luang. Selagi ada kesempatan bagus di rantau, maka sebagai muslim yang baik, harus juga tetap berikhtiar yang terbaik. Saya pun akhirnya dimotivasi oleh suami untuk mengurus aplikasi S3. Saya mencari profesor di universitas yang sama, hanya berbeda departmen dengan bidang S2 saya dulu. Kali ini keilmuan yang saya tuju sangat terkait dengan dunia farmasi klinik, bidang yang saya geluti sejak S1 sampai bekerja (saat di Indonesia).

Saat saya mengerjakan proposal penelitian S3 dan mencari beasiswa, Allah memberikan rezeki hamil anak kedua. Alhamdulillah acceptance letter dari profesor dan beasiswa keluar berurutan sebelum saya melahirkan anak kedua saya. Empat bulan setelah melahirkan, saya harus sudah memulai studi S3 saya. Maret 2018, adalah titik balik dari perjalanan saya sebagai ibu sekaligus PhD Mama. Rasanya Masya Allah, campur aduk, tidak bisa dituliskan. Sampai sekarang saat saya kilas balik ke momen tersebut, saya hanya bisa membatin dan mengucap zikir.

“Kok bisa yah ini emak-emak anak dua mau kuliah S3? Gak kebayang apa yang di depan kayak gimana? Kebayang repot dan stresnya? Astagfirullah … Subhanallah …” 

Mengikuti PhD thesis pitch competition

Qadarullah, Allah Maha Baik, dalam segala keterbatasan dan kekurangan saya selama empat tahun studi PhD ini, banyak hikmah dan berkah yang mengiringi. Insya Allah jika diizinkan, saya akan menyelesaikan PhD saya tahun ini. 

Suasana defense PhD di University of Groningen (saat saya menjadi paranim dari calon Doktor)

Kemudahan dalam Menjalani Kehidupan di Groningen

Belanda (katanya) lebih homey untuk bermukim dibandingkan dengan negara lain di Eropa. Sebabnya mungkin bisa karena Ada hubungan sejarah dengan Indonesia sejak zaman kolonialisme dulu. Ada memori, peninggalan sejarah, kultur yang terbawa dan tercampur antara Indonesia dan Belanda.

Mencari makanan Asia dan Indonesia tidak susah. Ada toko yang menjual perlengkapan dan bahan makanan Asia, khususnya Indonesia, hampir di tiap kota besar di Belanda. Ada restoran dan rumah makan Indonesia, terutama di kota besar seperti Den Haag, Amsterdam, dan Rotterdam. Jadi kalau kangen makanan Indonesia, ya bisa jajan. Asal jangan sering-sering kalau tidak mau terkena kantong kering, hehe. Jadi selama ada bahan makanan Asia, kita bisa masak sendiri. 

Selain makanan Indonesia, mencari bahan makanan halal juga mudah. Ada gerai toko daging halal milik orang Turki atau Maroko. Untuk muslim Insya Allah aman.

Orang-orang Belanda lebih terbuka dalam berbahasa Inggris. Tidak seperti Prancis dan Jerman yang sangat ketat bagi pendatang untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa mereka, Belanda lebih terbuka. Hal ini yang membuat saya dan suami menjadi terlalu nyaman untuk tidak belajar bahasa Belanda secara intens.  

Banyak mukimin dan pelajar Indonesia. Khususnya di kota tempat tinggal saya, Groningen. Groningen ini adalah kota pelajar, dan  sangat multikultur. Komunitas orang Indonesia juga cukup banyak. 

Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ke-76🇮🇩 – Gak ada pernak-pernik Indonesia, apalagi bendera 🇮🇩. Tapi gak papa. Bisa pakai bendera 🇳🇱 yang bagian bawahnya dirobek. Biar dramatis kayak pahlawan yang melakukan perobekan Bendera Londo di Surabaya 76 tahun silam😅

Tantangan hidup di Belanda

Mandiri. Apa-apa harus dikerjakan sendiri. Tidak ada orang tua dan saudara yang biasanya ada di lingkungan dekat kita, apalagi asisten rumah tangga yang biasanya meringankan beban rumah tangga. Tidak ada warteg dan warung makan padang yang tinggal beli, tidak ada g*food, g*send, atau fasilitas online lainnya yang mempermudah urusan dunia dengan hanya menggeser jari di layar ponsel.  

Transportasi. Di Groningen, paling enak ke mana-mana dengan sepeda: murah, cepat, dan nyaman. Asal: punya skill bersepeda yang lumayan, dan ingat jalan, atau bisa membaca peta. Skill bersepeda termasuk kemampuan utama kalau mau tinggal di Belanda. Ada jalur khusus untuk bersepeda, hal ini membuat kita menjadi sangat nyaman dan aman.

Ada pilihan transportasi lain seperti bus dan trem (untuk dalam kota), dan ada juga kereta (untuk antar kota). Tentunya gak ada ojek motor atau mobil online yang bisa dipesan kapan saja dengan harga terjangkau. Jadi kalau buru-buru, biasanya ya langsung ambil sepeda dan ngebut. Kalau cuaca lagi dingin (apalagi hujan), harus siap dengan jaket tebal, sarung tangan, kupluk, syal, dan kalau perlu jas hujan, biar tidak beku di jalan.

Negara empat musim. Sebagai manusia tropis yang dimanjakan kehangatan stabil matahari sepanjang tahun. Saya cukup merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan cuaca Belanda yang lebih sering berada di bawah sepuluh derajat celcius. Belum lagi hujan yang mendominasi hampir 65-70% sepanjang tahun di Belanda. Lalu saat musim dingin yang, hari terangnya pendek (mungkin sekitar 6-7 jam hari terasa terang), dan musim panas yang hari gelapnya pendek (paling pendek saat pukul 3.30 pagi sudah subuh, dan matahari baru terbenam di pukul 10 lebih).

Cherry Blossoms in Amsterdam!

Pandemi di Belanda

Selama pandemi sejak 2020 lalu, banyak sekali hal yang berubah, dan kami seperti beradaptasi lagi. Ada naik turun ketatnya dan pelonggaran aturan, tergantung pada angka kasus dan perbaikan kondisi. Ada Lock down, pembatasan di bidang horeca, jam belanja, sampai pada penyesuaian dengan work from home, serta school from home. Ada saat-saat tersulit adalah ketika lock down di puncak pandemi pertama dan kedua. Saat semuanya harus di rumah, anak-anak sekolah dari rumah, serta saya dan suami kerja dari rumah. Tidak terbayangkan hebohnya rumah saat itu. Untunglah supervisor saya juga mengerti dengan keadaan kami, well, hampir semua orang maklum dengan kondisi saat itu. 

Pemerintah juga sangat mengutamakan pendidikan anak, sehingga sektor inilah yang mendapat perhatian khusus ketika pandemi. Saat semua toko, horeca, dan tempat kerja masih ada pembatasan, sekolah anak usia 4-12 tahun adalah yang pertama kali dibuka, agar anak-anak bisa tetap sekolah dengan baik. Sekolah online saja dirasa tidak bisa mengcover pendidikan tatap muka. Tentunya dengan aturan yang ketat dan perhatian yang sangat, maka sekolah pun diusahakan tetap berjalan seperti biasa. 

Semua pengalaman berharga selama merantau di Belanda ini menjadi sayang jika saya tidak mengabadikannya menjadi sebuah buku. Akhirnya saya tuliskan pengalaman dan petualangan kami sekeluarga dalam buku. Alhamdulillah buku solo pertama saja berjudul Groningen Mom’s Journal, diterbitkan oleh Elexmedia Komputindo di awal tahun 2018.

Menyusul buku solo kedua saya berjudul The Power of PhD Mama, diterbitkan oleh NeaPublishing di awal tahun 2021. Semoga buku ketiga mengenai kisah perantauan kami akan bisa sampai ke tangan pembaca di akhir tahun nanti, aamiin.

Pendidikan dan Sekolah Anak di Belanda

Dari segi pendidikan secara umum, Alhamdulillah semuanya terpenuhi dan mudah. Pendidikan wajib mulai dari umur 4 tahun, dengan total 8-years of primary education. Pendidikan di Belanda itu gatis, accessible, dan tidak ada perbedaan mencolok antara tiap sekolah, dalam segi kualitas. Mungkin ada perbedaan kualitas atau variasi pengajaran, tapi menurut hemat saya, tidak sangat jomplang, jika dibandingkan dengan sekolah negeri vs sekolah swasta di Indonesia. 

Tipe pendidikan anak di sekolah dasar sangat menstimulasi anak untuk berpikir kritis. Tidak seperti pengalaman saya dulu ketika sekolah, yang lebih konvensional, di mana guru mengajar di depan, tapi tidak banyak praktek dari materi yang didapat. Ada banyak diskusi antara guru dan murid. Murid diajak untuk bertanya, dan memberikan pendapat. Guru juga menyesuaikan dengan pace setiap anak. Tidak pukul rata ‘one fits for all’. Rapot atau laporan akhir semester juga sangat komprehensif. Tidak berupa angka, tetapi ada penjelasan mengenai perkembangan dan kemampuan si anak di tiap-tiap bidang mata pelajaran utama. Ada juga catatan mengenai sikap dan soft skill si anak, seperti bagaimana cara dia bergaul, bagaimana ia bisa memahami situasi dan petunjuk saat belajar, bagaimana cara ia bekerja sama, dan cara dia bekerja. Mungkin karena jumlah anak dalam satu kelas tidak terlalu banyak (maksimal yang pernah saya tahu 27 anak dalam satu kelas) membuat lebih mudah bagi guru dan sekolah untuk mengatur dan memberi perhatian khusus pada tiap murid. 

Playing with friends is just as important as learning

Kadang saya bertanya-tanya, apa sih yang paling penting dalam tangga edukasi anak di usia TK-SD seperti Runa dan Senja? Pikiran saya melayang saat saya masih berseragam sekolah dulu. Paradigma yang ada adalah: 1. Pilih sekolah terbaik, 2. Jadi yang terbaik di sekolah. Katanya the better you do at school, the further you’ll go in life and be success. Jadi gak heran kalau di Indonesia orang tua berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik dan mendorong anaknya untuk berprestasi. Yang tentunya gak salah juga.

Tetapi, saya baru ngeh saat Runa dan Senja mulai sekolah di Belanda, bahwa it isn’t all about getting A grades or scoring > 80, and getting into the UGD (Universitas Gadjah Duduk). Pendidikan seharusnya memiliki tujuan jauh di atas itu. It’s also about the way of children’s well being and their development as an individual.

Yes, being smart is always good, but being survive yet happy is important. Untuk bisa survive, pintar aja gak cukup. Soft skills dan social skills penting utk ditanamkan di awal usia sekolah anak: How to make friends, be nice to them, menyelesaikan masalah bersama, bergantian saat bermain, berbagi, menjadi mandiri, be patient, be confident, dll.

Tapi tentu saya gak bisa membandingkan begitu saja edukasi di Indo dan di Londo. Sebab di Londo pendidikan bersifat merata, kaya atau miskin, anak seleb atau petani, Londo tulen atau imigran seperti kami, semua bisa dapat fasilitas sama. Sementara di Indo, orang kalangan ekonomi menengah ke bawah harus berusaha lbh keras untuk mengakses pendidikan yg baik. Belum sampai ke arah development berkelanjutan tadi. Namun semoga akan menuju ke arah yang lebih baik, aamin.

Di kelas Runa, setiap minggunya ada giliran menjadi ‘kind van de week’, atau kid of the week. Jadi si anak mendapatkan “perlakuan istimewa” dari guru dan teman-temannya. Apa saja itu? Misalnya si anak boleh duduk di sebelah sang guru saat sesi kringetje (duduk dalam lingkaran), bantu guru mencuci apel untuk dimakan saat istirahat. Kalau di esde saya dulu mungkin bantu hapus papan tulis kali yah, wkwk.. (Semacam piket dong😅).

Tapi yang istimewanya di pekan tsb, anak yang bersangkutan boleh mendapatkan testimoni dari teman-temannya. Guru meminta anak-anak untuk memikirkan dan menuliskan hal baik apa tentang si anak yg menjadi kid of the week. Runa juga pernah mendapatkan kesempatan itu. Suatu kali ia membawa pulang tumpukan kertas berisi tulisan tangan teman-temannya. Runa bilang dia senang banget baca tulisan-tulisan itu, terutama dari Sara, yang bilang “Ik vind jouw hoofddoek mooi” (Kupikir jilbabmu bagus).

Runa memang sering pakai jilbab ke sekolah, kami gak memaksakan, hanya membiasakan. Kalau Runa mau ya bagus.. apalagi pas winter kemarin malah enak pakai jilbab, anget. Kadang Runa juga suka minta pakai jepit rambut atau dikepang dua, ya gakpapa. Setelah, membaca komentar Sara, Runa jadi semangat pakai jilbab ke sekolah, Masya Allah.

Kalau dari segi fasilitas di luar sekolah atau pendidikan formal, yang paling membuat kami merasa sangat terbantu adalah 1. Keberadaan taman bermain/playground  (dalam bahasa Belanda kami menyebutnya speeltuin) yang terjangkau, ada di mana-mana, dan 2. Fasilitas perpustakaan anak/umum yang lengkap (kami menyebutnya bibliotheek).

Speeltuin

Pemerintah Belanda sepertinya mengalokasikan cukup dana untuk investasi pembuatan taman bermain. Taman bermain menjadi tempat yang mudah ditemukan di lingkungan pemukiman warga, setidaknya di Groningen ya. Sebagai contoh, di lingkungan tempat saya tinggal, dalam lingkup (katakanlah satu RW) bisa ditemukan satu taman bermain. Jika anak-anak ingin mencari alternatif taman bermain lainnya, tinggal cari dalam lingkup 500 meter sampai 1 kilometer, pasti ketemu taman bermain lain.

Gimana anak-anak tidak puas bermain di luar? Fasilitas taman bermainnya pun didesain dengan baik, kuat, dan aman untuk anak-anak kecil bermain di sana. Belum lagi di pusat perbelanjaan, juga dengan mudah ditemukan arena yang kids friendly. Saya dengar dari teman saya yang tinggal di kota besar seperti Amsterdam, menurutnya juga tidak sulit mencari arena bermain di sekitar tempat tinggal.

Bibliotheek

Saya masih ingat ketika anak kedua kami, Senja, yang lahir di Belanda, menginjak usia tiga bulan, kami medapatkan surat khusus yang menyatakan sang bayi sudah dapat mendaftarkan diri ke perpustakaan sebagai anggota. Rasanya spesial sekali mendapatkan surat yang dikirimkan oleh pemerintah kota bekerja sama dengan posyandu. Ada voucher di dalam surat tersebut untuk dibawa ke bibliotheek dan ditukarkan dengan kartu anggota beserta Boek Start, yaitu berupa seperangkat koper kecil berisi buku untuk bayi. Keanggotaan perpustakaan pun gratis sampai anak berusia 18 tahun. Tidak lupa beserta paket tersebut juga ada petunjuk bagi orang tua untuk menikmati aktivitas membaca bersama anak.

BoekStart

Memang anak-anak di Belanda dimanjakan dengan keberadaan perpustakaan yang berada di setiap wijk (distrik, katakanlah setara dengan kelurahan di Indonesia). Setiap anak bisa meminjam buku dengan gratis! Maksimal buku yang bisa dipinjam bisa sampai 15 buku dengan batas peminjaman sekitar tiga minggu. Untuk mengembalikan buku tersebut bisa ke bibilotheek manapun di seluruh penjuru kota.

Perpustakaan yang menurut anggapan banyak orang erat dengan suasana yang membosankan pun dijadikan tempat yang menarik untuk anak. Ada spot khusus membaca yang nyaman baik bagi anak maupun bagi orang tua yang ingin membacakan buku untuk anak. Koleksi bukunya pun lengkap dan menarik mulai untuk anak bayi sampai usia remaja. Perpustakaan dan buku didaulat untuk menjadi sahabat bagi anak dari sejak kecil. Jadilah, sampai saat ini, mengunjungi perpustakaan adalah salah satu bentuk rekreasi untuk Runa dan Senja.

Tempat yang menarik dikunjungi di Groningen dan sekitarnya

Groningen bukanlah kota besar, atau kota utama untuk dikunjungi para turis, seperti Amsterdam, Den Haag, atau Rotterdam. Meskipun begitu, ada beberapa tempat spesial untuk kami kalau ada kerabat atau teman yang berkunjung. Walaupun tidak semewah dan seterkenal tempat-tempat lain, untuk kami tempat ini favorit.

Martini Toren, Ikon kota Groningen

Natuurgebied Kardinge

Kardinge adalah salah satu cagar alam lokal di Groningen. Di sekitarnya ada padang rumput, pohon-pohon tinggi berjejer, sungai, dan hewan-hewan ternak yang bebas merumput. Ada track khusus untuk pejalan kaki dan penyepeda. Biasanya orang-orang berjalan santai atau jogging di sana. Semakin menarik, di sekitar sana ada kincir angin tua khas Belanda. Kincir angin ini termasuk monumen yang dilestarikan. Kita bisa mengunjungi ke dalam bangunan kincir angin ini juga lho (ada jam berkunjung, biasanya penjaganya yang membukanya).

Forum Groningen

Salah satu ikon kebanggan Groningen, dan juga tempat favorit kami adalah Forum Groningen. Bangunan 10 lantai ini adalah cultural center terbesar di Utara Belanda.

Forum Groningen

Bangunan ini baru diresmikan tahun 2019. Fasilitasnya sangat lengkap, mulai dari perpustakaan, kafe, tourist information and shop, cinema, arena belajar, tempat meeting, tempat eksibisi, sampai ada fancy restaurant di teras lantai paling atas. Dari lantai paling atas, kita bisa melihat pemandangan kota Groningen. 

Anak-anak paling betah kalau diajak ke Forum Groningen, soalnya mereka bisa memilih banyak buku untuk dibaca dan dipinjam, sambil menempati spot favorit mereka di sana. Ada juga fasilitas edukasi interaktif seperti machine learning screen, medialab, dan game interaktif. 

Reitdiephaven rumah warna-warni

Reitdiephaven adalah pelabuhan kecil di tepi barat laut kota Groningen (haven = pelabuhan). Letaknya dekat dengan rumah kami. Sebenarnya pelabuhan ini bukan destinasi turis, tapi karena di sekitar pelabuhan ini ada rumah-rumah bergaya Skandinavia dengan warna-warni cerah, jadilah tempat ini menjadi sangat menarik untuk menjadi lokasi foto, sangat instagrammable, katanya. Dari sana kita juga bisa menyewa perahu untuk mengelilingi sungai dan kanal di Groningen. 

Komunitas Indonesia di Groningen

Yang paling dirindukan ketika merantau tentunya adalah kehangatan dan guyubnya orang Indonesia. Alhamdulillah di Groningen dan Belanda ada komunitas-komunitas Indonesia sebagai penyambung tali silaturahmi sesama para perantau. Kami saling membantu, berkumpul, sampai membuat  event-event spesial untuk komunitas dan untuk umum juga. 

De Indonesian Groningen Moslem Society (DeGromiest) 

DeGromiest adalah organisasi komunitas muslim yang tinggal di Groningen. Dulu komunitas ini dibentuk oleh beberapa pelajar dan mukimin yang belajar dan bekerja di Groningen. Awalnya mereka mengadakan pengajian rutin, lama-kelamaan dirasa perlu untuk membuat organisasi untuk memayungi kegiatan-kegiatan Islam di Groningen, maka dibentuklah DeGromiest. Anggotanya juga bervariasi, kebanyakan memang pelajar, tapi juga ada masyarakat keturunan Indonesia-Belanda, Suriname, atau yang menikah campur dengan warga negara Belanda. Semakin lama komunitas orang Indonesia ini semakin besar, kegiatan-kegiatan pun semakin terstruktur. Ada kegiatan pengajian rutin, Tadarus Keliling (DarLing), Pengajian Anak (DeGromiest Kinderen), Silaturahmi akbar, penampungan infaq dan sedekah (Gerakan Lima Euro/GALIRO), sampai kegiatan mewadahi Jumatan per beberapa pekan khusus untuk orang Indonesia (kami menyewa aula sendiri). Tidak lupa ada kegiatan berbuka bersama dan tarawih ketika Ramadan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Berikut web dan instagramnya: https://degromiest.nl/; https://www.instagram.com/degromiest/.

Perhimpunan Pelajar Indonesia di Groningen (PPIG)

Pergerakan pelajar memang sudah banyak diusung sejak zaman Moh. Hatta dan rekan-rekan sekolah di Belanda. Ternyata semangat berhimpun ini juga awet sampai sekarang. Di Belanda ada Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda yang terpusat di Den Haag. Di tiap-tiap kota yang ada universitasnya, juga terbentuk PPI yang solid dibangun oleh para pelajarnya. PPI Groningen merupakan salah satu PPI dengan anggota terbanyak di Belanda. Mulai dari mahasiswa S1 sampai S3, semuanya terhimpun dalam PPI. Kegiatan PPI Groningen yang biasanya rutin diselenggarakan setiap tahun, dan tentunya paling ditunggu-tunggu adalah event olahraga satu Eropa, GroensCup. Dalam event ini, PPI kota lain di Belanda, di Jerman, Prancis, bahkan UK juga turut ikut serta berlomba. Ditambah peserta dari komunitas Indonesia di berbagai kota di Belanda juga mengirimkan kontingennya. Perhelatan olahraga terbesar Indonesia di Belanda ini memperebutkan piala juara umum dan juara-juara tiap cabang olah raga, seperti futsal, basket, badminton, voli, tenis meja, panco, sampai game FIFA. Berikut web dan instagramnya https://ppigroningen.nl/; https://www.instagram.com/ppigroningen/ 

Forum Komunikasi (FORKOM) Muslim di kota-kota Belanda

Komunitas pengajian kota orang Indonesia semakin banyak dan bertumbuh di Belanda. Di tiap kota, bisa ditemukan komunitas pengajian kota, seperti halnya DeGromiest di Groningen, ada pengajian kota di Eindhoven, Utrecht, Maastricht, Amsterdam, Den Haag, Delft, Wageningen, Enschede, Rotterdam, dan lainnya. Komunitas ini menyebar dari ujung utara sampai selatan Belanda. Untuk menghimpun komunitas-komunitas ini, maka pada tahun 2021, didirikanlah Forum Komunikasi Muslim Indonesia di Belanda. Berikut Instagramnya https://www.instagram.com/forkom.nl/

Berkenalan lebih lanjut dengan Monik melalui: Instagram @monikaoktora monikaoktora.com

Merantau di New Plymouth, New Zealand

Reziana Mauliena

Salam kenal Mantau semua! Saya Reziana Mauliena, biasa dipanggil Eji. Sejak awal tahun 2020, tepat saat awal pandemi Covid-19 dimulai, saya, suami, dan kedua anak kami merantau ke New Zealand. Ini merupakan kali kedua bagi saya merantau ke luar negeri. Sebelumnya pada tahun 2015, berdua bersama anak pertama saya yang berusia 1 tahun pada saat itu, saya merantau ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi master di University of Illinois at Urbana Champaign, sementara suami saya bekerja di Jakarta, Indonesia. Walaupun judulnya sama-sama merantau jauh, namun dengan kondisi dan tanggung jawab yang relatif berbeda, tentu pengalamannya pun berbeda.

Mudah-mudahan lain waktu saya bisa berbagi pengalaman menjadi mahasiswi di luar negeri, sambil mengasuh bayi 1 tahun dengan status solo parent alias having long distant marriage. Untuk saat ini, saya akan berbagi pengalaman tinggal di New Zealand bersama keluarga yang lengkap, yaitu saya, suami dan kedua anak kami. 

New Plymouth, New Zealand

Di New Zealand, kami tinggal di kota New Plymouth. New Plymouth merupakan kota kecil di pantai barat pulau utara New Zealand dengan jumlah penduduk sekitar 58.400 orang. Posisinya cukup strategis karena berada di tengah-tengah dua kota utama New Zealand yaitu Wellington, yang merupakan Ibu Kota New Zealand, serta Auckland, yang merupakan kota terbesar dan pusat bisnis di New Zealand. Walaupun kota kecil, namun New Plymouth cukup unik, letaknya di pesisir pantai dengan jarak hanya 30 menit perjalanan darat ke Mount Taranaki, gunung yang sangat cantik mirip Mount Fuji.

Dalam satu hari yang sama, kita bisa hiking, ski, snowboarding di gunung, kemudian lanjut surfing, berenang atau sekedar bersantai di pantai. 

Tak hanya New Plymouth, setiap sudut negara New Zealand sangat cantik dan terjaga kelestarian alamnya. Kelestarian alam yang terjaga inilah yang menjadikan New Zealand istimewa. Sesungguhnya Indonesia sendiri tidak kalah cantik, bahkan dalam salah satu artikel media berita di New Zealand baru-baru ini, NZHerald, diulas bahwa Indonesia dinobatkan menjadi satu-satunya negara yang dapat mengalahkan New Zealand dalam jumlah titik keindahan alamnya. Sayangnya, kemudian dijelaskan bahwa secara kualitas ternyata sulit memang mengalahkan New Zealand karena negara ini mampu mengelola dengan baik keindahan alamnya menjadi destinasi wisata yang lestari dan bersih. 

Banyak cara untuk menikmati pesona alam New Zealand yang indah. Bagi kami sekeluarga, cara terbaik menikmati keindahan alam New Zealand adalah dengan berpetualang menggunakan campervan

Campervan di New Zealand

Walaupun tak lama setelah kedatangan kami ke New Zealand diberlakukan lockdown selama kurang lebih 7 minggu, namun setelah itu kehidupan di New Zealand relatif kembali normal. Kasus Covid-19 pasca lockdown berangsur terkendali hingga New Zealand dinyatakan bebas covid karena pada saat itu selama berbulan-bulan tidak ada kasus di komunitas atau NOL kasus. Maka dari itu, penduduk New Zealand dapat dengan bebas melakukan perjalanan domestik dengan menerapkan protokol kesehatan. 

Oiya, kalau ditanya gimana status Covid-19 saat ini? sayangnya New Zealand tidak bisa menghindar dari varian Omicron. Setiap harinya terdapat kasus baru hingga mencapai ribuan. Namun dengan persentase penduduk yang sudah divaksin mencapai lebih dari 95 persen, maka pemerintah New Zealand tidak lagi menerapkan kebijakan lockdown, bahkan tahun ini secara berangsur New Zealand akan membuka perbatasan dan siap menyambut kembali warga dunia.

Kembali ke topik campervan. Selama tinggal di New Zealand sejak 2 tahun lalu, Alhamdulillah kami sudah berkeliling ke hampir seluruh penjuru New Zealand, dan 2 kali diantaranya kami berkeliling menggunakan campervan. Dengan berkeliling menggunakan campervan, kita bisa menyusuri sudut-sudut negeri yang memang seindah itu setiap jengkalnya, bermalam di tempat-tempat tersembunyi yang unik dan sangat indah, dan mendapatkan pengalaman berpetualang yang sangat luar biasa.

Dua kali perjalanan dengan campervan kami lakukan di pulau selatan New Zealand. Mengapa di pulau selatan? Karena kebetulan kami tinggal di pulau utara, sehingga berkeliling di pulau utara bisa dilakukan secara “nyicil” ketika long weekend atau liburan singkat saja. Selain itu, karena pulau selatan memang terkenal sangat cantik dan menarik. It is just magically attractive. Dikelilingi dengan pegunungan bersalju ketika musim dingin, dipercantik dengan sungai dan danau berwarna biru, hijau, dan tosca, serta diperkaya dengan percikan aliran air terjun dan savanna yang membentang luas. Sungguh keindahan alamnya begitu lengkap dan addictive.

New Zealand merupakan salah satu negara yang sangat campervan friendly. Campsite tersebar di seluruh penjuru negeri, mulai dari Commercial Campsites yang berbayar dan dikelola oleh swasta, hingga yang murah dan bahkan gratis yang disediakan oleh Department of ConservationCampsite berbayar merupakan campsite dengan fasilitas lengkap, yaitu toilet dan kamar mandi umum yang bersih, dapur umum, laundry, powersite listrik, pengisian air bersih, serta pembuangan air kotor. Campervan dan segala fasilitas di dalamnya berjalan dengan menggunakan energi baterai, gas, dan bahan bakar minyak. Maka dari itu, walaupun campervan yang kita gunakan berjenis self-contain, namun tetap perlu bermalam di campsite berbayar untuk mengisi baterai dan air bersih, serta membuang air kotor. Adapun bahan bakar minyak dan gas bisa diisi di gas station.

Sementara itu, low cost dan free campsite biasanya dilengkapi dengan toilet umum, tapi tidak ada kamar mandi, aliran listrik, air bersih, ataupun pembuangan air kotor. Meski demikian, low cost dan free campsite justru merupakan favorit para traveler karena biasanya lokasinya sangat “mahal” dengan pemandangan yang sangat cantik. Trully hidden gems karena lokasinya biasanya cenderung tersembunyi di pinggir pantai, pinggir danau, “nyempil” di belakang pegunungan, hutan yang tanpa sinyal telepon/internet, dan jauh dari keramaian namun aman dan damai. Tinggal satu malam di suatu freedom campsite yang indah selalu merasa tidak cukup. 

Plan Your Campervan Trip

Kapan waktu terbaik untuk menikmati keindahan alam pulau selatan di New Zealand? jawabannya relatif karena setiap musim memiliki keunikan masing-masing. Musim favorit untuk berlibur bagi masyarakat lokal sendiri adalah pada musim panas. Namun, bagi keluarga kami musim semi adalah yang terbaik. Mengapa musim semi? karena kami ingin menikmati pegunungan yang ditutupi salju tapi suhu udara sudah tidak terlalu dingin. Selain itu, mengingat musim panas merupakan musim paling favorit maka biasanya harga sewa campervan juga mahal. Berbeda dengan negara-negara 4 musim di belahan utara ekuator, musim semi di New Zealand, yang terletak di bagian selatan ekuator, jatuh pada Bulan September sampai dengan Bulan November.

Sementara itu, musim panas jatuh pada Bulan Desember sampai dengan Bulan Februari. Pada musim semi terkadang jalanan dan destinasi wisata masih dihujani dan ditutupi salju. Maka mengemudi di musim semi juga tetap harus berhati-hati dan dilengkapi dengan perlengkapan keamanan mengemudi di musim dingin, misalnya wajib membawa snow chains, yaitu rantai untuk dipasang melilit di roda kendaraan agar dapat berjalan dengan aman di atas jalanan bersalju yang licin.

Lama perjalanan ideal dengan campervan sebetulnya semakin lama semakin seru ya selama memang tidak ada constraints waktu dan biaya. Namun dengan rata-rata jatah cuti yang bisa diambil dalam sekali waktu adalah antara 1-2 minggu, maka memang perlu memilih rute perjalanan yang paling cocok. Rute perjalanan bisa disesuaikan dengan hobi dan ketertarikan. Tapi ada jalur favorit perjalanan di pulau selatan karena memang melewati destinasi-destinasi “must visit”.

Berikut 2 rute berbeda yang kami lewati yang relatif merupakan rute favorit: 

Jalur pantai barat: Christchurch – Lake Taupo – Mt.Cook/Aoraki – Lake Pukaki – Queenstown – Milford Sound – Wanaka – Christchurch.
Jalur pantai timur: Christchurch – Timaru – Oamaru – Dunedin – Invercargill – Queenstown – Wanaka – Lake Pukaki – Mt.Cook/Aoraki – Lake Taupo – Castle Hill – Christchurch.

Sepanjang rute ini kita akan dimanjakan dengan pemandangan alam yang beragam dan sungguh cantik. Tak henti kami mengagungkan nama Allah dan memuji ciptaanNya.

Persiapkan Budget

Budget yang harus disiapkan dalam merencanakan perjalanan dengan campervan akan bergantung pada:

  • Pilihan penyedia sewa campervan dan asuransinya. Harga sewa campervan juga akan bergantung pada jumlah penumpang yang inline dengan kapasitas tempat tidur dalam campervan, serta fasilitas kamar mandi dan toilet (self-contain). Bisa dicek di di beberapa penyedia campervan yang family friendly berikut ini yaa sebagai gambaran harga sewa campervan di New Zealand: https://www.wilderness.co.nz/; https://www.maui-rentals.com/nz/en; https://www.britz.com/nz/en; https://www.mightycampers.com/nz/en.
  • Campsite tempat bermalam yang berbayar, low cost atau free. Ada beberapa aplikasi yang sangat berguna dalam mencari campsite, serta berbagai tempat yang dibutuhkan bagi para traveler, yaitu diantaranya CamperMate dan Rankers Camping NZ. 
  • Bahan bakar minyak dan gas.
  • Makan. Biaya makan selama perjalanan relatif hemat karena kita bisa masak sendiri. Campervan dilengkapi dengan kompor gas, perlengkapan masak dan makan, bak cuci piring, kulkas, oven, hingga perlengkapan barbecue dan meja kursi lipat untuk outdoor. Jajan di restoran bisa jadi boros karena mahal. Satu porsi makan orang dewasa rata-rata mengeluarkan biaya NZD15 – NZD25 atau Rp.145.000,00 – Rp.245.000,00. Jadi, dengan fasilitas lengkap di dalam campervan, lebih baik belanja saja di supermarket dan masak sendiri menu yang sehat dan mudah.
  • Destinasi wisata. Rata-rata destinasi wisata alam tidak berbayar. Namun jika ingin menikmati pengalaman petualangan berbayar juga banyak pilihannya. Informasi tentang destinasi wisata dapat dengan mudah didapat dari situs tripadvisor atau situs lainnya melalui google.com.

Penduduk New Zealand sangat ramah serta memiliki ritme kehidupan yang cukup slow dan tidak konsumtif. Jadi, kalau para Mantau berencana berkunjung ke New Zealand jangan terlalu berharap untuk wisata belanja, karena selain serba mahal, toko-toko juga sudah tutup jam 5 sore. Lebih baik fokus pada menikmati petualangan alamnya yang cantik dan seru.

Oiya satu hal penting lainnya, walaupun campervan merupakan jenis kendaraan berukuran besar, tapi untuk mengemudikannya cukup dengan menggunakan SIM kendaraan roda empat ukuran normal. SIM yang dapat digunakan oleh para traveler dari luar New Zealand adalah SIM yang berlaku Internasional dan berbahasa Inggris/diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. 

Tips Perjalanan Campervan Bersama Anak

Bepergian jauh dan lama bersama anak-anak tentu butuh persiapan yang lebih lengkap. Berikut beberapa tips perjalanan kami bersama anak-anak:

  • Mencari informasi sebanyak-banyaknya. Informasi bisa didapat melalui blog, youtube, ataupun bertanya kepada keluarga dan teman yang memiliki pengalaman bepergian dengan campervan.
  • Membawa pakaian yang cukup tapi juga lengkap. Mulai dari pakaian renang, pakaian sehari-hari, hingga pakaian musim dingin. Karena memang cuaca di New Zealand ini perubahannya terkadang ekstrim. Bisa tiba2 sangat terik matahari dan hangat, tapi tiba-tiba malam hari atau esok harinya turun hujan, salju, dan angin kencang sehingga sangat dingin. Begitupun pada musim panas, bisa tiba-tiba turun hujan dan angin kencang sehingga tetap perlu membawa jaket. 
  • Membuat daftar menu makanan (meal plan) yang mudah dimasak. Membuat daftar menu dapat memudahkan kita untuk menyiapkan makanan kesukaan anak-anak dengan relatif cepat. Berhubung kami tinggal di New Zealand, maka ransum kami dapat berupa ayam ungkep, rendang, siomay, bakso, bahkan pempek yang sudah disiapkan sebelumnya di rumah. Karena perlindungan biosecurity di New Zealand sangat ketat, maka makanan yang dibawa oleh traveler dari luar New Zealand harus berupa makanan dalam kemasan yang rapi, terdapat merek dagang resmi yang memperlihatkan makanan tersebut diproduksi dan dikemas secara komersial. Makanan juga harus dalam kemasan aslinya yang belum dibuka, dan tercantum negara produsen dengan jelas pada kemasannya. Semua makanan yang dibawa harus di-declare ketika tiba di bandara, jika tidak maka bisa terkena denda sebesar NZD400
  • Menerapkan jadwal makan yang teratur. Kita bisa berhenti dan beristirahat di tengah perjalanan disesuaikan dengan jadwal makan anak-anak. Dengan jadwal makan yang teratur akan membantu anak-anak tetap happy dan sehat.
  • Membawa obat-obatan yang dibutuhkan oleh anak-anak dan perlengkapan P3K.
  • Menyiapkan hiburan dan ide-ide aktivitas selama dalam campervan dan perjalanan. Meskipun padat aktifitas dan petualangan, namun perjalanan darat yang cukup panjang  dan lama terkadang membuat anak-anak bosan. Kita bisa menyiapkan activity book, board games, membawa mainan kesukaan anak-anak, mainan pantai, serta melakukan family games yang sederhana namun seru seperti main tebak-tebakan. Jika Mantau memberikan jatah screen time, maka bisa juga dengan menyiapkan serial/film anak di Netflix yang bisa diputar secara offline.
  • Memastikan anak-anak tetap duduk di carseat masing-masing jika campervan dalam keadaan berjalan. Walaupun di dalam campervan ada tempat tidur yang sungguh jika dibayangkan akan sangat nyaman tidur diatasnya ketika campervan berjalan, namun sebaiknya tetap menjaga dan memastikan anak-anak selalu berada di carseat masing-masing. Bukan hanya sekedar menghindari sanksi jika terkena tilang, namun yang utama demi keamanan bersam

Kecelakaan itu hal yang kadang kita pikir tidak akan terjadi, namun sesungguhnya kita tidak pernah tahu bahwa itu sangat mungkin terjadi. Contohnya kami mengalami kecelakaan yang tidak pernah kami sangka, yaitu tabrakan dengan burung yang sedang terbang hingga menyebabkan kaca depan campervan retak. Alhamdulillah saat itu kami sedang menuju perjalanan pulang dan akan segera mengembalikan campervan, sehingga kami tidak perlu melakukan penggantian mobil. 

Bisa dibayangkan jika kecelakaan yang terjadi lebih besar dan anak-anak tidak duduk di carseat masing-masing. Tentu kita akan menyesal jika kondisi buruk menimpa mereka.

  • Perjalanan bersama anak-anak seringkali tidak bisa memenuhi rencana perjalanan/itinerary yang sudah disiapkan. Kita perlu menyesuaikan waktu perjalanan dengan mood dan kesiapan anak-anak dalam beraktifitas. Maka dari itu, usahakan untuk tidak terlalu ambisius menyelesaikan itinerary yang padat. Fokuslah pada pengalaman yang menyenangkan bagi anak-anak. Biarkan mereka menikmati petualangan di alam sampai merasa cukup dan happy, tidak terburu-buru sehingga mood mereka tidak rusak. Jika mood anak-anak rusak maka biasanya berdampak pada mood orang tua jua. Sayang kan kalau mood kita rusak saat perjalanan yang seharusnya semua happy. Toh kalau dirasa kurang maksimal memenuhi itinerary, kapan-kapan InsyaaAllah ada rezeki lagi untuk kembali.

Demikian pengalaman perjalanan kami, semoga mantau semua suatu hari nanti bisa punya kesempatan untuk berkunjung dan berpetualang menggunakan campervan di New Zealand atau mungkin di negara lainnya. A lifetime experience which is worth every penny and every second

***

Temui Eji di Instagram @reziana

Merantau di Canberra, Australia

Winda Yuliani

Hi…nama saya Winda Yuliani. Ibu dari dua anak Izz (7yo) dan Mya (4yo). Saya bekerja di bidang perhotelan selama 14 tahun hingga akhirnya memutuskan untuk resign untuk mendampingi suami melanjutkan studi S3 dia Canberra, Australia. Kini saya tinggal di Canberra sambil terus melanjutkan pekerjaan di PR Agency yang saya bangun bersama teman-teman di Bandung.

Cerita di balik perjalanan saya dan anak-anak menyusul suami di Aussie lumayan menarik. Kami seharusnya pergi pada Maret 2020, namun dua hari sebelum tanggal keberangkatan Aussie lockdown, dan kami tidak bisa pergi hingga internasional border dibuka. Aussie merupakan salah satu negara yang sangat ketat dengan aturan lockdown di negaranya, mereka tidak mengijinkan non permanent resident untuk masuk. Sehingga kami harus menunggu lebih lama. Pandemi ini membuat semua berjalan tidak sesuai dengan rencana, sehingga kami harus berimprovisasi dan beradaptasi dengan keadaan. Hingga akhirnya pada pertengahan Desember 2021 mereka memutuskan untuk open border untuk para pemegang visa tertentu.

Alhamdulillah kami adalah salah satu pemegang visa (visa student) yang diijinkan untuk masuk Aussie. Sehingga setelah tertunda sekitar 21 bulan, saya dan anak-anak bisa pergi menyusul suami di Canberra dan kami bisa berkumpul kembali.

New normal during pandemic di Aussie untuk public area terutama yang indoor wajib menggunakan masker. Lalu kita harus scan aplikasi di setiap tempat yang akan kita kunjungi, fungsinya untuk tracking. Disini tracing & tracking nya bener-bener dikelola dengan baik. Untuk anak-anak, mereka sudah sekolah tatap muka dari Senin-Jumat, per dua minggu akan diberikan RATS (Rapid Antigen Tests) secara gratis oleh sekolah. Jadi kita bisa melakukan sendiri tes antigen di rumah, Kalau hasilnya positif kita sudah diberikan guidelines harus menghubungi kemana, kunjungi laman website khusus dan langkah- langkah yang harus dilakukan.

Kenalan sama Canberra

Canberra adalah ibukota Australia, yang dijuluki one of the world’s most liveable cities! Beneran kotanya enak banget, rapi, teratur, tenang, no rush. As per June 2020 estimasi jumlah populasi di Canberra 431,380 (source Wikipedia-Australian Bureau of Statictic) dengan luas wilayah 814,2 km2, coba bandingin sama jumlah populasi warga Bandung 2,4 juta (source Wikipedia) dengan luas wilayah 167.3 km2…!

Awal-awal kaget sih, ini kota orang-orangnya pada ke mana ga keliatan rame. Jadi jangan bayangin kayak Sydney, yang emang heboh banget. Mall aja tutupnya jam 5 sore, bahkan kalo weekend lebih cepet, jam 4 sore. Hihihi..kebalikan sama Indonesia ya, kalo weekend orang ngumpul di mall sampe malem. Tapi jangan sedih kalau mau dinner, karena lokasi café/resto gitu adanya di luar mall, jadi aman sampe malem. Yang paling saya suka adalah di Canberra ga ada macet sama sekali, jadi meskipun jaraknya jauh tapi waktu tempuhnya itu cepet . Aplikasi penunjuk arah/ maps juga sangat reliable dengan akurasi waktu yang cukup tepat.

Canberra Autumn 3 – Australia is a photograph by Steven Ralser which was uploaded on June 10th, 2019.

Transportasi di sini rata-rata orang pada punya mobil sendiri, termasuk para pedatang, karena ga terlalu sulit dan ga perlu bikin SIM internasional, cukup ditranslate aja. Bisa translate di Indonesia atau di KBRI sini. Tapi untuk sehari-hari kita biasanya pake sepeda, anak-anak ke sekolah sepedahan, saya juga sepedahan ke tempat kerja. Di Canberra sangat nyaman dan aman untuk bersepeda, karena disediakan jalur khusus bahkan di highway sekalipun ada jalur khusus sepeda. Transportasi umum lainnya ada bis, tram, skuter listrik, taksi dan uber. Ojek online yang ga ada huhuhuu padahal di Indo mamang ojol andalan yah…

Yang juga bikin seneng tinggal di Canberra adalah, diaspora Indonesia di sini kuat banget. Semuanya saling tolong menolong, berasa punya keluarga di perantauan. Biasanya kalau ga lagi situasi Covid mereka rutin bikin acara kumpul-kumpul, di situlah saatnya kita melepas kerinduan sama masakan-masakan Indonesia. Mulai dari nasi kuning, rendang, sambel terasi, soto betawi, bakwan, getuk, semua ada. 

Oh dan satu lagi yang bikin anak-anak seneng, taman dan playground bertebaran di mana-mana. Jadi kita bisa picnic, gelar matras, bawa camilan dan buah-buahan di pinggir danau sambil liat angsa, burung-burung, anak-anak lari-larian di hamparan rumput hijau atau main di area playground. Canberra surrounding by nature jadi ada danau, pegunungan, hutan-hutan, jadi kalau mau hiking bareng keluarga treknya juga ramah untuk anak-anak.

Salah satu playground: National Aboretum Pod Playground

Buang Sampah Harus Bayar!

Saya banyak belajar tentang recycling and waste management di sini. Mulai dari di rumah, kita minimal punya tiga tempat sampah, lalu buang minyak goreng bekas ga bisa sembarangan. Jadi kita kumpulin dulu sisa minyak gorengnya lalu dibuang ke tempat khusus. Ada yang namanya resources management centres, di sana kita bisa drop off/ buang barang sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan. Ada beberapa kategori sampah yang dikenakan biaya, semisal matras, ban, barang-barang oversized, dan kategori lainnya. Makanya di sini daripada buang sampah dan bayar mending kita kasih ke orang lain atau dijual dengan harga murah. Di sini saya dapat sofa, meja belajar, kursi belajar, sepeda, skuter anak, stroller, dan beberapa barang lainnya dengan kondisi yang masih sangat bagus. Thrifting di sini seru-seru..asal pinter nyari 😀

Kerbside/curbside barang-barang yang masih dalam kondisi baik dan bisa kita ambil


Kolaborasi dengan Kampus Keuangan Keluarga

Kali ini Mamarantau berkolaborasi dengan Kampus Keuangan Keluarga (IG: @kampus.keuangankeluarga) untuk berbagi pengalaman dan tips mengelola keuangan di rantau, terutama untuk mereka yang berencana pindahan ke negara lain. Kolaborasi ini dilakukan melalui zoom meeting yang diselenggarakan pada 14 Maret 2022.

Sebelum acara, Tim Mamarantau (Safitri) mewawancarai tim KKK (Kampus Keuangan Keluarga) untuk mengenal lebih jauh pada foundernya yakni Rizki Laila Harahap (Kiky Harahap) dan Dian Mariesta. Berikut hasil obrolan kami.

Dian Mariesta: Aktivitasku saat ini sebagai penulis buku anak, co Founder Kampus Keuangan Keluarga, Font Designer di Tigadestd dan Ketua Komunitas Ibu Profesional Asia. Suami seorang software engineer dan Font Designer di Tigadestd. Aku, suami dan 1 anak perempuanku tinggal di Malaysia. Sejak 2005, aku sudah tinggal di Malaysia sebagai mahasiswa S1 lalu lanjut S2. Kemudian bekerja selama 2 tahun dan memutuskan untuk resign dari kantor. Sampai saat ini, rezeki keluarga kami masih di Malaysia.

Kiky Harahap: Pekerjaan suami yang membuat kami harus berpindah dari satu negara ke negara yang lainnya. Saat ini domisili di Kuwait. Perjalanan merantau dimulai dari tahun 2011 hingga sekarang. Melakukan sesuatu yang rutin membuat proses adaptasi di setiap tempat menjadi lebih mudah untuk dilewati. Saat ini aku memilih untuk menjadi Financial Trainer dan mengasuh Kampus Keuangan Keluarga secara profesional. Pernah beraktivitas sebagai pelajar dan kemudian berprofesi sebagai guru ketika berdomisili di Malaysia ternyata membuat aku menemukan kalau mengajar dan berkegiatan di bidang edukasi menjadi pilihan yang cukup menyenangkan hati.

Apa sih latar belakang didirikannya KKK dan boleh dishare ga apa mimpi besar KKK?

Kampus Keuangan Keluarga (@kampus.keuangankeluarga) merupakan sebuah platform e-learning yang mengedepankan semangat berbagi dan menularkan habit baik dalam mengelola keuangan. Lebih dari 800 orang sudah belajar bersama kami sejak 2020 hingga saat ini.

Perubahan tata atur hidup, cara memaknai sehat, dan betapa kecilnya kemampuan manusia melalui satu seri pandemi, mengawali perjalanan Kampus Keuangan Keluarga. Tahun 2020 menjadi pembukti akan banyak hal. Salah satunya adalah rendahnya literasi keuangan dan lemahnya fondasi keuangan keluarga Indonesia. Cerita tentang sandwich generation masih seperti gulungan benang kusut yang sulit diurai. Jatuh ke pangkuan tengkulak yang berkedok kredit kekinian belum juga terbendung. Bahkan investasi bodong masih beramai-ramai didatangi orang. Ditambah dengan dunia yang sedang menekan tombol pause-nya, memutiplikasi nominal kesulitan keuangan. Keresahan ini yang kemudian membawa kami (Kiky Harahap dan Dian Mariesta) untuk mengajak orang di sekitar agar bisa meningkatkan literasi keuangan mereka.

Tujuan utama KKK adalah untuk bisa meningkatkan literasi keuangan keluarga dengan berbagai cara. Mulai dari menciptakan zona belajar keuangan yang menyenangkan, mendobrak stigma bahwa belajar keuangan itu sulit dan membosankan, dan menularkan habit baik mengelola keuangan melalui berbagai media. Mimpi besar kami adalah untuk bisa menciptakan 1000 keluarga Indonesia cerdas atur uang.

Podcast Minggu Mikir

Setelah satu setengah tahun berdiri, siapa audience dari komunitas KKK? Feedback apa yang berasal dari audience yang membuat tim KKK makin bersemangat memberikan literasi?

Pada awalnya, kami terfokus kepada keuangan keluarga saja. Kami ingin meningkatkan literasi keuangan keluarga Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, kami juga melihat bahwa anak muda juga mulai tertarik untuk belajar perencanaan keuangan. Saat ini, peserta di berbagai kelas KKK cukup beragam mulai usia remaja hingga lanjut usia.

Hal paling membuat kami terus hadir sebagai ruang belajar keuangan adalah melihat testimoni teman-teman setelah mengikuti kelas di KKK. Banyak teman-teman merasakan manfaat yang luar biasa setelah mereka belajar bersama kami. Mulai dari semakin rapinya pencatatan keuangan, tahu apa saja hal yang membuat keuangan mereka bocor, memiliki komunikasi terkait keuangan yang baik dengan pasangan, hingga bagaimana pada akhirnya mereka bisa terlepas dari jeratan utang.

Apakah kalian punya pengalaman kurang menyenangkan saat mengelola finansial sehingga menginspirasi berdirinya KKK?

Meskipun komunikasi keuangan tidak pernah menjadi masalah dalam pernikahan kami, tapi karena keduanya baik saya maupun suami tidak pernah membekali diri dengan cara mengelola keuangan dengan baik, banyak sekali keputusan keuangan yang diambil menjadi bumerang bagi kami pada tahun-tahun awal pernikahan. 

Seringkali emosi yang menjadi penentu dalam keputusan yang diambil. Contohnya emosi ketika akan mengganti mobil, mengambil keputusan dengan asumsi akan ada uang yang diterima beberapa bulan kemudian. Atau merenovasi rumah tapi di luar dari kemampuan keuangan yang ada. Ya hal-hal semacam itu, yang ternyata akibatnya bisa fatal. Kami terlilit dengan utang kartu kredit bukan hanya pada satu atau dua kartu, tapi kurang lebih enam sampai tujuh kartu. Bisa dibayangkan bagaimana hidup dari gajian ke gajian tapi hanya untuk melunasi tagihan kartu kredit. 

Kami menyadari kalau tidak cepat diselesaikan, maka keuangan tidak akan pernah sembuh. Dari kejadian ini kami belajar dan juga ingin agar orang lain bisa belajar, untuk menyadari kalau memiliki masalah keuangan dan bisa keluar darinya. Ini lah yang membuat besar keinginan untuk meningkatkan literasi keuangan keluarga-keluarga lainnya.

Apa tantangan Dian dan Kiky dalam mengatur keuangan di perantauan?

Dian Mariesta:

  • Harus cermat dan smart dalam mengatur pos mudik. Walaupun Malaysia-Indonesia tidak terlalu jauh tapi pos untuk mudik harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin.
  • Di Malaysia ini, banyak sekali orang Indonesia yang tinggal. Sejak pandemi ini, banyak ibu-ibu rantau membuka usaha PO makanan Indonesia. Wah, kalo gak punya pos khusus untuk jajan, bisa-bisa keuangan bolong!
  • Harus tau aturan di negara domisili. Terutama terkait aturan dana pensiun yang diberikan perusahaan dan perpajakan.

Kiky Harahap:

  • Mencari tempat belanja groceries yang masuk akal dengan perbedaan bahasa. PR terbesar setiap kali pindah negara adalah melakukan pencatatan belanja selama 3 bulan pertama dan memilih tempat mana yang paling sesuai untuk belanja rutin mingguan dan bulanan.
  • Biaya transportasi yang lumayan mahal, karena di Kuwait sarana transportasi umumnya kurang memadai, sementara untuk housewife mendapatkan SIM sangatlah sulit. Hal ini mengakibatkan perlu pos tambahan biaya taxi untuk mobilisasi.
  • Summer yang luar biasa panasnya membuat hidup di Kuwait menjadi lebih mahal, karena tempat-tempat outdoor yang gratis jadi tidak bisa diakses. Jadi, hiburan di kala weekend hanyalah ke mall, dan tentu kalau sudah di mall biaya yang dikeluarkan jadi lebih banyak. Selain ini, Kuwait juga negara kecil, jadi ketika summer orang pun berlomba-lomba untuk escape ke luar negeri mencari cuaca yang lebih menyenangkan.
Daftar di bit.ly/kelasmamarantau ya!

Pengalaman apa yang paling berkesan selama memberikan edukasi melalui literasi finansial? 

Dian Mariesta:

Bertemu dengan anak SMP yang mau belajar keuangan. Semangat yang luar biasa! Kebayang dulu waktu aku SMP masih sibuk jajan di warung sekolah tanpa mikirin apa-apa.

Kiky Harahap:

Sebenarnya pengalaman yang selalu berbekas di hati itu kalau ada orang yang aku sendiri gak ingat, mengirimkan pesan dan menyampaikan rasa terima kasihnya karena sudah bisa terlepas dari utang yang selama ini melilitnya. Padahal aku sama sekali gak bantuin untuk melunasi utangnya. 

Pertanyaan terakhir, apa rencana/goals KKK di tahun 2022? 

  • Memperluas dampak.
  • Berkolaborasi dengan berbagai pihak.
  • Membangun sebuah sistem pembelajaran keuangan yang lebih komprehensif.

Merantau di Eagle Bay, Western Australia

Christina @christinaodorus

Haiii! Aku Christina asal Jakarta. 2 tahun yang lalu kami booked a trip to Australia buat liburan 4 hari, packing koper benar-benar cuman untuk pergi sebentar, eh tiba-tiba COVID merajalela dan border Australia ditutup. Akhirnya kami tidak bisa pulang dan menetap deh di sini. Myself, my husband, and our 5 y.o daughter sekarang tinggal di Eagle Bay, Western Australia (3 jam dari Perth). Eagle Bay is beautiful, kota kecil berpenduduk kurang dari 60 orang. Pantai nya indah sekali dan hanya 5 menit jalan dari rumah. Hidup di sini we are surrounded by nature… kalau bahasa kerennya “country living” hehe.  

Australia is our second home. Bryce (suami) warga negara Australia, aku memegang visa Permanent Resident dan Bella (anak kami) is a dual citizen jadi kami bisa tinggal di Australia secara permanen. Saat border ditutup, yg menjadi beban pikiran kami adalah bagaimana dengan kerjaan, kehidupan & keluarga yg kami tinggalkan di Jakarta. Aku selalu berpikir kalau one day pindah ke Australia akan ada banyak sekali barang-barang dan perintilan yg harus kami bawa. Nyatanya, kami hanya datang membawa beberapa potong baju dan basic items lainnya tapi sama sekali tidak merasa kekurangan. Ini sebagai reminder untukku bahwa kalau kepepet/tidak ada pilihan, kita ternyata bisa hidup dengan minimal amount of belongings.

Menjalani New Normal di Australia

Kami beruntung di situasi kami yg “stuck” away from home, masih bisa melanjutkan kerjaan kami dari rumah walau sudah lagi tidak di Indonesia. Awal-awal tiba di Australia kami masih berpikir akan soon pulang ke Indonesia. Ketidakpastian membuat kami sulit untuk bikin rencana jangka panjang, hanya bisa take it a day at a time dan bikin rencana2 jangka pendek. Setelah 6 bulan berlalu kami memutuskan it’s best to start settling in Australia agar lebih punya stability (dan ketenangan batin haha). Kami pun mulai bisa perlahan2 menata kehidupan baru di Australia seperti memasukkan Bella ke sekolah, membeli mobil, ambil asuransi kesehatan dst.

Wilayah kami Western Australia selama ini merupakan covid-free bubble, hidup normal tetap bisa keluar, tanpa masker dan restrictions. Namun di beberapa minggu belakangan ini terkait denganvarian Omicron, jumlah kasus mulai banyak, jadi new normal untuk kami baru saja dimulai sekarang. Mengenai prokes, pemerintah Australia dan setempat sangat gercep dan warga pun rata-rata patuh. Saat indoor semua diwajibkan memakai masker, harus menunjukkan bukti vaksinasi jika ingin makan di restaurant, wajib scan in aplikasi Safe WA (seperti Peduli Lindungi) di setiap tempat umum agar mudah contact tracing jika ada Covid breakout. Kami sebagai warga merasa aman dengan penanganan Covid pemerintah setempat.

Sekolah anak sampai saat ini masih normal, dan blm pernah sampai harus online. Dengan naiknya kasus covid di beberapa minggu belakangan ini, sudah mulai diberlakukan aturan prokes seperti: harus pakai masker saat antar jemput anak dan pengantar tidak boleh masuk ke dalam kelas. 

Country Living

Country living for me is a memory we will forever treasure 🙂 simple, quiet & surrounded by nature. Kami tinggal di Eagle Bay, 3 jam nyetir dari Perth, populasi sekitar 60 orang dan area ini mayoritasnya holiday houses. Yang artinya sepi sekaliii haha, karena kebanyakan penduduk nya tinggal di kota lain dan hanya datang saat liburan saja. On the down side it can feel very isolating, apalagi karena aku lahir dan besar di kota Jakarta yg ramai. Tapi on the other side, banyak sekali keindahan yang tidak bisa didapatkan di kota.

Jalan 5 menit sudah sampai ke Eagle Bay Beach, yg terasa seperti private beach krn tidak banyak didatangi public. Our days are filled with beach swim after school, memancing, nature walks atau kalau musim dingin, api unggun di teras rumah. Rumah kami lebih besar area kebun nya dari pada bangunan rumahnya sendiri. Kami tanam banyak sayuran dan herbs yang tiap hari dipakai utk memasak. Pagi dan sore nyaring suara burung berkicau. Terkadang ada kangguru main ke rumah, priceless sekali. Di sekitar rumah kami tidak ada lampu jalanan jadi saat malam sangat gelap gulita di luar dan bintang di langit terlihat terang sekali dan dekat sekali dengan kita.

Saat ini kami memutuskan akan menetap di sini untuk saat ini. Karena sudah settled dan lebih bisa menikmati hidup secara “normal” (terutama untuk anak) di sini. Kangen dengan keluarga tentunya, sudah 2 taun tidak bertemu. Semoga tahun 2022 ini bisa berkumpul kembali 🙂

Merantau di Mainz,Jerman

Olga Florentyna-Schneider

Halo mamarantau di seluruh penjuru dunia! Perkenalkan, namaku Olga. Ibu dan ayahku asli Minang, Sumatra Barat. Aku sendiri lahir dan besar di Jakarta tapi lai pandai mangecek baso awak hehe. Pada tahun 2014, aku memutuskan untuk merantau ke Bonn, Jerman – aslinya demi mengejar cinta. Aku dan mantan pacar (yang sekarang jadi suami), menjalani LDR sejak 2009. Dikarenakan kami masih muda dan merasa belum mengenal satu sama lain dengan baik, kami pada saat itu belum mau menikah. Jadi aku pun pergi ke Jerman berbekal visa studi untuk menjalani program master di Bonn. 

Kami menikah tahun 2016 di Jerman, saat aku telah menyelesaikan tesis master. Setelah studi, aku tinggal dan bekerja di Bonn sebagai management consultant di salah satu perusahaan konsultan kecil di sana. Di tengah carut marut pandemi, April 2020- putra kami Kayo lahir dan di bulan Agustus di tahun yang sama, kami harus pindah ke kota Mainz dikarenakan suami memutuskan untuk membuka kantor konsultan pajak bersama partnernya di kota ini. Jadi kalau ada mamarantau dari Jerman yang butuh Steuerberater atau konsultan pajak, jangan segan-segan hubungi aku yah 😀 #teteppromo.

Oh iya, saat ini aku sibuk jadi 80% stay at home mom, dan 20% nya aku mengerjakan proyek kecil di bidang foreign direct investment sebagai freelancer (yang benernya aku kerjakan hanya saat Kayo tidur siang). Sebelum aku aktif jadi freelancer seperti sekarang, aku sempat jadi vlogger di YouTube karena I love being a storyteller! Bisa dicek juga di https://www.youtube.com/oflorentyna.

Christmas 2021

Pengalaman Mencari Daycare

Selanjutnya, aku akan berbagi pengalaman dan dramaku dalam mencari daycare di Mainz, Rhineland Palatinate (Jerman: Rheinland-Pfalz) – dikarenakan setiap sistem dan peraturan bisa berbeda di setiap Bundesland/ provinsi di Jerman, jadi jangan dipukul rata yah, anak-anak dapat masuk daycare (Krippe) mulai umur 1 tahun. Mulai 2 tahun itu sudah memenuhi syarat untuk masuk TK (Kindergarten). Rata-rata memang sangat sulit sekali untuk mendapatkan daycare di kota besar di Jerman. Belum lagi pengalaman dramaku ketika berhadapan dengan petugas administrasi dari kota Mainz.

Posisi Rhineland – Palatine dalam peta

Pihak Krippe telah menghubungiku kalau tempat telah tersedia untuk Kayo – aku senang sekali! Akhirnya aku bisa lebih fokus kerja dan mungkin mengelola YouTube ku lagi. Pihak Krippe meminta surat konfirmasi dari pihak admin kota. Akupun menghubungi pihak kota TAPI kemudian pihak kota tidak tahu menahu soal itu. Aku dipingpong sampai akhirnya aku kehilangan slot di Krippe tersebut. Aku hanya bisa menangis pada saat itu 😥

Di kotaku, daycare jumlahnya sedikit sekali dibandingkan peminatnya. Yang aku tahu memang Jerman kekurangan tenaga pengasuh profesional. Aku iri sekali dengan kondisi teman-teman di Jakarta karena masalah ini bisa lebih mudah diselesaikan dengan uang. Atau mudah sekali punya babysitter menginap karena affordable (sebagaimana punya asisten rumah tangga). Atau ada anggota keluarga yang bisa dititipkan kalau mama lagi capeee banget sehingga butuh isi tangki kekuatan untuk menghadapi kerasnya dunia (ceilah). Bukan lagi rahasia kalau menjadi mamarantau itu diharuskan untuk dobel kuatnya karena apa-apa harus dihadapi sendiri. Solusinya adalah private daycare, tapi pada saat itu aku tidak menemukannya di radius 30km di rumahku. Kupikir, udah harus bayar mahal dan jalan jauh ke sana, sangat tidak worth it. Jadilah aku memutuskan untuk tetap mengurus anak sendiri di rumah sampai Kayo mendapatkan tempat di Kindergarten pada saat dia berusia 2 tahun. Rencanaku yang lain harus kukesampingkan.

Sudut Kota Mainz

Dukungan Finansial dari Pemerintah Jerman

Positifnya dalam membesarkan anak di Jerman adalah biaya sekolah negeri ‘gratis’ dan dukungan finansial yang bernama Kindergeld dari pemerintah Jerman sampai anak tersebut berusia 25 tahun. Di provinsiku besarannya €200 per bulan per anak. Makin banyak anak, makin besar juga Kindergeld yang didapat. Semua pernyataanku ada disclaimer nya yah. Gratis yang dimaksud adalah tanpa uang sekolah yang besar di sekolah negeri, misal harus bayar uang buku atau dalam perkuliahan hanya harus bayar 250-500 euro per semester. Semesteran ini juga benernya bukan uang kuliah melainkan hanya untuk mengcover biaya tiket kendaraan umum mahasiswa, jadi mereka bisa ke mana-mana gratis di satu kota/propinsi. Ada juga sekolah/universitas privat dan internasional yang bayarnya bisa 30.000€ per tahun. Semuanya dibalikin ke masing-masing orang tua hehe.

Infografis Kindergeld (sumber dari sini)

Aku pernah dapet komentar dari Instagramku, “Kok kayanya seneng-seneng mulu sih Ga, ga pusing apa biaya sekolah anak?” oh ya jangan sampai kamu ngga bisa senang-senang lagi dong kalau punya anak hehe. Atas saran suamiku yang memang hobi mengatur finansial, kami selalu menyisihkan €100 per bulan untuk biaya pendidikan tinggi Kayo. Usia sekolah kan Kayo masih tinggal bersama orang tua. Akan berat saat dia mulai kuliah misalnya. Tergantung dia kuliah di kota apa, Kayo harus membayar uang sewa dan biaya hidupnya saat dia berkuliah. Ini tidaklah murah, tergantung kota. Kami sebagai orang tua beritikad untuk memudahkan hidupnya, supaya pada saat Kayo kuliah, dia bisa fokus belajar tanpa cape mikirin besok bayar sewa pakai apa kayak mama papa nya dulu hehe. Biaya hidup pas-pasan jaman aku studi dulu sih berkisar €700-1000 per bulan yah. Kalo Kayo mau lebih-lebih, di sini selalu ada kesempatan buat kerja saat student. Jadi tolong ya nak, kalo mau yang mewah-mewah– kerja! Jangan minta-minta aja bisanya (mama galak haha). Kalau ada asumsi lain “kalo Kayo mau kuliah di Harvard gimana Ga?” ya, usaha dong cari beasiswa. Kalau ngga bisa, ya artinya emang ngga mampu kuliah di sana, udah bagus dimodalin (mama galak lagi xD).

Gimana caranya? Yuk kita mulai itungan matematikanya.

Jadi Kayo kan menerima 200€ / bulan sejak dia lahir. €100 untuk ditabung biaya kuliahnya. Dia akan menerimanya selama 25 tahun. Jadi bertotal: 100×12 = 1200, 1200×25 = €30.000

Keliatannya banyak yah hehe, tapi jangan lupa inflasi. Jika inflasi 5% per tahun (kita ambil paling jeleknya aja ya), selama 25 tahun, itu uang 30.000 nilainya bakal cuma jadi €9.000. Ini bisa dicek pake kalkulator online. Yah, ini mah ngga nyampe biaya hidup setahun bundpap :(( 

Kontrak Investasi Kolektif

Nah mas suamiku yang cerdas itu (ngefans sama suami sendiri haha) menginvestasikan uang ini ke ETF. ETF adalah Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek. Meskipun ETF pada dasarnya adalah reksa dana, produk ini diperdagangkan seperti saham-saham yang ada di bursa efek. ETF merupakan penggabungan antara unsur reksa dana dalam hal pengelolaan dana dengan mekanisme saham dalam hal transaksi jual maupun beli (Source: https://www.idx.co.id/produk/exchange-traded-fund-etf/). Aku ngga mau jelasin panjang lebar, nanti space nya ngga cukup. Siapa pun yang telah berinvestasi dalam indeks ekuitas Dunia MSCI global dengan ETF selama 20 tahun dapat mencapai pengembalian rata-rata sekitar 8% antara tahun 2000 dan 2020. Tergantung pada waktu pembelian dan penjualan, pengembalian tahunan berfluktuasi antara 14% dalam kasus terbaik dan 5% dalam kasus terburuk (Source: https://www.weltsparen.de/geldanlage/etf/etf-rendite/).

Jadi, bisa dihitung sendiri. ETF ini gunanya menjaga uang dari inflasi dan untung tipis-tipis-kalo beruntung. Supaya Kayo cukup bekalnya untuk dia kuliah nanti. Jika dia mau kuliah. Di Jerman banyak jalan menuju Roma – individual ngga harus kuliah setinggi-tingginya untuk mencapai kesuksesan. Misal di Jerman ada program Ausbildung, Dual Studium, daln lain-lain. Kalo Kayo ngga mau kuliah, mungkin uangnya bisa die kelola sendiri biar makin banyak hehe.

Sekian cerita, polemik dan trik aku dalam hal sekolah anak! Jika dirasa berguna, tolong dishare yah! Buat mamarantau yang mau silaturahmi, aku sekarang lebih aktif di Instagram @oflorentyna, karena aku belum ada waktu buat edit video di YouTube.

Yuk mari saling menyapa di @oflorentyna, siapa tau aku ketemu temen baru yang like-minded. Syukur-syukur tinggalnya deket Mainz juga. Sampai ketemu lagi yah di cerita selanjutnya! 😀