Salam Teman Rantau dan Mamarantau! Mulai Agustus 2023 ini Mamarantau membuka kesempatan untuk para Paparantau untuk berbagi cerita juga 😀 Untuk sharing pertama, Mamin mengundang teman lama yang mendampingi istrinya, seorang diplomat, untuk berbagi cerita di kota dan negara yang juga sangat jarang dibagikan, yakni Tehran, Iran. Semoga dapat dinikmati kisahnya!

===

Pindah ke Republik Islam Iran

Hi, Nama saya Henry. Beberapa waktu lalu (2019 – 2022) saya dan keluarga berkesempatan untuk tinggal di Tehran, Ibukota Republik Islam Iran untuk mendampingi Istri saya yang ditempatkan di sebuah kantor di Tehran. Saya sendiri selama lebih dari 10 tahun terakhir menjalankan usaha terkait dengan bidang pembangunan bisnis berkelanjutan bersama beberapa rekan, setelah mengundurkan diri bekerja dari perusahaan multinasional di Jakarta. 

Tinggal di Tehran dan menangani usaha di Jakarta artinya adalah kombinasi bekerja secara daring dan non daring, dan ini dilakukan jauh sebelum pandemi terjadi. Namun dalam setiap kesempatan berada di Tehran saya juga berteman dan berjejaring dengan masyarakat setempat. Sehingga cukup banyak cerita yang dapat saya bagikan. Cerita-cerita ini saya tuangkan dalam bentuk antologi baik visual dan tulisan. Awalnya hanya sebagai sebuah dokumentasi kenangan, namun sayang juga bila tidak diunggah dalam kanal digital seperti Youtube. Jadilah sebuah kanal UDK yang akan berisikan cerita cerita untuk dikenang lainnya. Meskipun sudah ada format visualnya, namun saya merasa masih banyak cerita yang bisa saya bagikan. Sehingga karena dorongan seorang teman, akhirnya tulisan-tulisan tersebut sedang dalam proses penerbitannya. Jadi ditunggu ya bukunya, semoga bisa segera tayang dan dinikmati!

Apa yang terlintas saat mendengar Iran?

Bukan pertama kalinya pertanyaan itu muncul. Sama seperti cerita-cerita sebelumnya, Iran dianggap sebagai daerah konflik yang tidak pernah padam. Seperti layaknya perseteruan di wilayah Timur Tengah yang selalu menjadi berita utama internasional di berbagai media koran maupun televisi.

Kemungkinan besar adalah perang Irak Iran, nuklir, negara konflik, sanksi ekonomi dan beragam sentimen yang sering muncul pada media pemberitaan Indonesia. Tidak banyak orang Indonesia yang terpikir untuk mengunjungi Iran sebagai destinasi untuk berwisata. Apalagi untuk tinggal merantau seperti saya dan keluarga.

Namun yang jelas, bercerita tentang Tehran dan Iran tidak akan selesai dalam satu hari.

Tehran, ibukota Republik Islam Iran yang memiliki penduduk sekitar 9 juta jiwa, adalah kota yang menjadi rumah bagi kami selama beberapa tahun. Iran sendiri merupakan sebuah negeri yang menyimpan banyak cerita sejarah yang jarang diketahui dan seolah olah tertutup. Bahkan banyak yang mengira Republik Islam Iran sebagai negara Islam yang cukup konservatif. Pada awal saya memberitahu ke teman atau kerabat bahwa saya akan tinggal untuk sementara waktu di Tehran, Iran. Banyak yang tidak begitu sepaham bahkan cenderung sinis dan tidak menunjukkan ketertarikan. “Sudah latihan memanggul senjata belum bro?”, ujar salah satu teman saya sebelum kami berangkat.

Pusat Civilisasi Dunia

Sekarang saya sedang berada sangat dekat dan bersinggungan dengan pusat civilisasi dunia, baik itu Mesopotamia, Babylonian, juga tokoh seperti Aristoteles, atau bahkan sejarah tentang agama monoteis selain Yahudi, Nasrani, dan Islam. Bahkan akhirnya saya mengetahui Freddy Mercury, vokalis utama band Queen dari Inggris pun menganut agama kepercayaan Zoroaster. Di mana pada puncak kekuasaan dari salah satu kekaisaran Persia (sekarang Iran) yaitu dinasti Sasanian atau Sassanid menguasai beberapa wilayah negara modern yang sekarang disebut sebagai Iran, Irak, Afghanistan, Suriah, Jordan, Israel dan tidak terkecuali Azerbaijan paling berpengaruh dalam penyebaran Zoroastrianisme. Semakin dalam proses eksplorasi, saya semakin tertarik dibuatnya, hingga membuat isi kepala saya kewalahan.

Sebagai negara yang cukup misterius bagi kebanyakan orang, Iran memberikan daya tarik yang kuat akan rasa ingin tahu bagi banyak orang pelancong. Buktinya banyak sekali orang Cina maupun Eropa yang terlihat lalu lalang di kota kota atau daerah yang penuh dengan peninggalan arkeologi. Tidak banyak yang terlihat di kota utama seperti Tehran memang. Namun kota ini juga cukup memberikan daya tarik bagi pelancong yang mungkin ingin membandingkan dengan tempat kota asalnya. Bagaimana Iran dan kota utamanya, Tehran tumbuh dan berkembang di tengah “embargo ekonomi” yang dikenakan oleh negara-negara barat.

Beberapa Destinasi Wisata di Tehran

Komplek kerajaan dari Dinasti Pahlevi yaitu Niavaran dan komplek Sa’adat Abad, Golestan Palace, sebagai sebuah tempat peninggalan dari kerajaan Qajar. Milad Tower sebagai menara tertinggi ke-6 di dunia, Jomeh Bazaar atau pasar barang bekas yang hanya buka di hari Jumat. Untuk melihat suasana Parvaneh Friday Bazzar bisa ditonton di sini.

Milad Tower
Jomeeh Bazaar

Tehran Book Garden sebuah komplek toko buku, perpustakaan, taman bermain anak, cinema, serta taman dan danau buatan yang luas.

Berdekatan dengan lokasi Jomeh Bazaar ada Tabiat Bridge, yakni sebuah jembatan dua lantai yang melintang hingga 270 meter antara dua sisi jalan tol Modarres. Tempat ini sering dijadikan tempat untuk berfoto dan juga kedai kopi di bagian bawahnya. Dari atas jembatan ini kita bisa melihat pegunungan Alborz di bagian utara. Desain jembatan ini juga mendapatkan anugerah Aga Khan Award tahun 2016.

Selain itu ada juga Tehran Grand Bazaar atau yang sering disebut sebagai Bazaar Bozor.Sebuah komplek perdagangan yang sudah berumur lebih dari 500 tahun. Beragam benda dan juga kedai teh ataupun makanan bisa ditemukan di tempat ini.

Terlihat mural bertebaran di berbagai sudut kota, baik itu yang bersifat historik, terkait syuhada perang Irak-Iran awal tahun 1980-an, maupun propaganda Anti Amerika dengan gambar bom-bom menukik ke bawah diikuti garis merah bendera Amerika yang berdiri secara vertikal dengan tulisan ‘Down With USA’.

Area ini merupakan area yang cukup utama di bilangan “downtown” kota Tehran karena juga bersimpangan dengan jalan Valiasr serta hanya satu blok jauhnya dari jalan Taleghani, di mana tempat keberadaan kedutaan Amerika Serikat dahulu. Saat ini bekas kedutaan Amerika Serikat ini telah menjadi museum, dan disebutkan sebagai museum espionase.

The Den of Espionage Museum dengan tiket seharga 300.000 Rial (Rp107.000)

Jalanan, transportasi, dan berkendara

Bentuk jalan di kota Tehran tidak jauh dengan kota kota di Indonesia, namun lebih tertata dan hampir dipastikan memiliki trotoar bagi pejalan kaki walaupun masih mengharuskan pejalan kaki kadang harus naik turun karena kontur trotoarnya yang tidak rata. Trotoarnya sih sudah dilengkapi dengan guiding block bagi pengguna difabel.

Tehran meskipun dengan tingkat kepadatan kendaraan bermotor yang demikian tinggi, namun juga memiliki fasilitas transportasi yang cukup massive seperti BRT atau Bus Rapid Transport yang melintas dalam beberapa lajur di kota ini serta bus bus regular lainnya. Selain itu juga ada 8 jalur MRT dinamakan Tehran Metro yang menghubungkan utara selatan, timur barat kota Tehran dengan kualitas kereta yang sangat baik demikian juga stasiun MRT bawah tanahnya yang sudah di desain modern meskipun perencanaannya sudah jauh jauh hari dilakukan yaitu mulai tahun 1974 dan sempat terhenti karena Revolusi Islam dan perang Irak Iran di awal tahun 1980-an.

Berkendara di kota ini, saya hampir tidak pernah mendengar suara raungan sirine. Hanya sesekali saja, itupun adalah ambulance sewaktu Covid-19 sedang tinggi tingginya di kota ini. Demikian kemacetan umumnya terjadi hanya di pagi hari dan sore hari pada saat orang pulang bekerja. Jadi secara relatif tingkat kemacetan masih jauh di bawah kemacetan kota Jakarta.

Kondisi jalanan di kota Tehran sudah dilengkapi dengan kamera pengawas, khususnya yang pernah saya lihat adalah kamera pengawas kecepatan yang secara otomatis akan mengirimkan “surat cinta” kepada pemilik mobil. Kamera pengawasnya ada yang statis dan juga mobile yang artinya dioperasikan oleh petugas polisi dimana lokasinya bisa berubah sewaktu waktu. Pernah satu waktu, teman saya orang Iran terkena speed cam ini di tengah perjalanan kami dari kota Mashhad ke Tehran. Tidak ada negosiasi jalanan yang terjadi, namun kewajiban membayar dendanya melalui situs dan pembayaran secara daring yang harus dilakukan maksimal 2 x 24 jam.


Revolusi Islam dan berbagai kebijakan pemerintah

Semenjak Revolusi Islam tahun 1979 memang banyak perubahan yang memang terjadi di Iran. Dari Iran yang begitu dominan dengan budaya barat semenjak era 1920-an, tahu tahu mulai bergeser menjadi negara tertutup dan religius. Teman saya pernah bercerita, bahwa pada awal terjadinya bergesernya kekuasaan. Ia tidak bisa menonton film film kartun anak anak seperti Tintin. Orangtuanya terpaksa harus menyembunyikan kaset video serta alat pemutarnya bilamana terjadi penggerebekan dari rumah ke rumah. Atau salah seorang supir taksi juga bercerita bahwa ia tidak bisa memutar lagu lagu barat di kendaraannya pada saat itu. Mungkin ini hampir serupa dengan kejadian di Indonesia pada era akhir 1950-an. Di mana Presiden Soekarno melarang peredaran musik Barat di Indonesia.

Pada masa-masa itu peraturan bagi wanita untuk mengenakan chador atau dalam bahasa Inggris disebut dengan chadah setiap kali berada di area umum juga diterapkan. Chador adalah kain berbentuk setengah lingkaran sepanjang tubuh yang terbuka di bagian depan. Pakaian ditarik melewati kepala, dan ditutup di bagian depan oleh pemakainya; chador tidak memiliki bukaan tangan, kancing, atau jepitan. Namun dengan diselipkan di bawah lengan pemakainya. Warna kain umumnya berwarna hitam.

Saya pernah bertamu ke rumah warga orang Iran yang kebetulan orangtuanya masih mengenakan chador ini terlebih bila bertemu dengan orang lain selain keluarganya. Namun saya juga pernah bertemu perempuan Iran yang tidak mengenakan chador atau hijab sama sekali bila sudah memasuki kediamannya. Seiring dengan perjalanan waktu saat saya tinggal di Tehran, mayoritas perempuan Iran tidak lagi mengenakan Chador seperti waktu awal Revolusi Islam Iran khususnya di Tehran. Namun bila di kota lain seperti di Kashan masih terlihat perempuan mengenakan pakaian ini berjalan di area publik. Saat ini perempuan Iran tampil dengan begitu trendi walau tetap mengenakan kerudung dilengkapi dengan mantel tipis hingga bagian paha kaki. Disertai dengan wangi parfume yang bisa terendus hingga jarak satu meter, terlebih bila sedang berada dalam satu elevator. Minimnya informasi mengenai Iran bagi publik di Indonesia sempat mengakibatkan pelancong perempuan dari Indonesia berkunjung ke Iran dengan mengenakan dress code gamis hitam dengan hijab model syar’i yang berwarna hitam pula. Kata lainya yang sering kita dengar adalah sal-tum; alias salah kostum, he he he.

Bersama Setareh dengan gaya casual-nya untuk hendak berlatih softball bersama teman-teman wanitanya
Anak-anak perempuan remaja di Tehran yang gemar ber-skateboard-ria (bersama bintang tamu cilik dari Indonesia ^^. Videonya bisa disimak di sini)

Tidak hanya tata cara berpakaian yang diatur oleh pemerintah, namun juga aturan mengenai pemberian nama bayi yang baru lahir. Rumah sakit memang mengeluarkan surat kelahiran yang mencantumkan nama bayi yang terlahir. Namun nama tersebut haruslah dikirimkan kepada pemerintah setempat guna persetujuan. Nama yang diberikan kepada anak bayi yang terlahir tersebut tidak boleh mengandung nama yang berkonotasi “barat” ataupun berkaitan dengan nama dari pengusaha atau “dinasti kerajaan” sebelumnya.

Hal yang sama terjadi juga dengan parabola. Karena dianggap bisa merusak moral dari masyarakat Iran yang menonton konten siarannya berisikan budaya “barat”. Paling tidak ada 4-5 satelit pemancar yang dapat diterima di daratan Iran, satunya Eutelsat dari Perancis. Menyiarkan ratusan kanal televisi baik yang dianggap propaganda ataupun bukan. Pada kenyataannya hampir dipastikan bahwa seluruh apartemen ataupun rumah tangga di Iran pasti memiliki antena parabola yang tersambung pada televisinya. Pasti pula bahwa masyarakat Iran terpapar dengan tayangan tayangan dari lembaga penyiaran yang disalurkan melalui satelit.

Anggur tereenak di dunia

Buah buahan seperti anggur, apel, jeruk, melon dan delima merupakan komoditas Iran yang sangat mudah ditemui. Saya akui bahwa kualitas keempatnya memang paling enak yang pernah saya temui. Di bahasa Persia anggur juga disebut juga sebagai Anggur sama seperti dalam Bahasa Indonesia. Tidak heran bila semenjak dulu anggur pun sudah dikonsumsi dan dijadikan buah sajian bilamana sedang menjamu tamu bagi raja raja. Lebih dari 40 varietas anggur bisa ditemui di Iran. Iran termasuk 10 negara penghasil anggur dunia, hampir mencapai 2,5 juta ton per tahun menurut data dari FAO tahun 2020. Bahkan turunan anggur pun sudah diolah semenjak 2,500 tahun sebelum masehi.

Sebuah bukti arkeologi budidaya dan cara pembuatan anggur ditemukan pada sebuah noda pada kendi yang dikenali sebagai residu anggur. Dan ini memberikan sebuah bukti ilmiah bahwa produksi anggur di peradaban Persia kuno dan tertua di dunia. Metode budidaya ini kemudian menyebar turun dari pegunungan Zagros hingga ke kota Shiraz. Sebagai bahan perbandingan, pembuatan anggur paling awal di Prancis adalah berasal dari 500 SM.

Wine sebagai sebuah komoditas minuman hasil fermentasi buah anggur yang sering kita ketahui dengan sebutan Shiraz, adalah sebuah varietas anggur yang memang berasal dari kota Shiraz, tidak jauh dari Isfahan (Esfahan). Pada abad ke-14, anggur Shiraz juga sebutkan dalam puisi Hafez, yang dimakam di kota itu dan masih dihormati sampai sekarang. Menurut literatur yang ada, pada tahun 1680-an seorang pedagang berlian Prancis, melakukan perjalanan ke Persia dan dia menghadiri jamuan makan yang besar dan menjadi orang Eropa pertama yang mencicipi seperti apa rasanya anggur Shiraz.

Wine merupakan barang yang terlarang untuk diedarkan, namun larangan ini justru membuat hal tersebut menjadi tersedia secara sembunyi-sembunyi. Proses fragmentasinya sendiri dilakukan secara mandiri di rumah atau apartemennya, entah bagaimana bentuk produksinya. Namun bila Anda mengenal orang Iran dan orang tersebut percaya dengan Anda maka sangat dimungkinkan untuk mendapatkan satu atau dua botol anggur merah atau red wine yang diproduksi rumahan tersebut. Bagi saya yang bahkan bukan penggemar minuman anggur, saya boleh katakan anggur merah yang saya peroleh dari orang Iran ini memang paling enak. Dibandingkan dengan anggur yang pernah saya cicipi dari negara barat seperti Eropa, Amerika ataupun Australia. Harganya? Saya tidak tahu karena memang tidak dijual.


Internet di Iran

Iran memang menutup atas akses terhadap media sosial seperti Facebook, Youtube, Medium, dan Twitter. Bahkan kadang Google pun tidak bisa diakses. Meskipun demikian pejabat negaranya secara aktif menggunakan sosial media seperti Twitter untuk menyampaikan beragam pesan dan pemikirannya. Pada level masyarakat Iran sendiri sebenarnya lebih banyak menggunakan Instagram sebagai media sosial mereka. Karena ini adalah satu satunya media sosial yang tidak ditutup aksesnya.

Meskipun penggunaan sosial media lainnya seperti Youtube mengalami pertumbuhan yang pesat berdasarkan data Techrasa Report 2020, namun untuk mengaksesnya tetap harus menggunakan VPN. Situasi ini mungkin akan menimbulkan pertanyaan bagi kita yang tidak berada di Iran. Mengapa harus ditutup bila untuk mengakses dan peralatan untuk mengaksesnya tersedia dengan mudah.

Alternatif dari tingginya minat masyarakat Iran untuk mendapatkan konten audio visual, maka Iran memiliki situs yang berperan layaknya Youtube sebagai situs berbagi video. Namanya Aparat.ir. Situs ini sendiri diluncurkan sekitar tahun 2010 dan memungkinkan pengguna untuk mengunggah video hasil karyanya pada situs ini. Bahkan Pemerintah Islam Iran juga memiliki kanal resmi pada situs ini.

Beberapa film Indonesia dengan sulih suara dalam bahasa Farsi pun bisa ditemukan pada situs situs OTT (Over the Top) Iran seperti uptvs.com. Film Gundala, Merantau, Ben dan Jodi ataupun The Raid yang dibintangi Iko Uwais dapat ditonton dan dinikmati oleh masyarakat Iran. Saya tidak mengetahui secara persis bagaimana film film tersebut bisa terunggah dengan kualitas gambar yang prima. Apakah melalui jalur distribusi resmi atau melalui pembajakan karya. Saya pernah menandai unggahan tangkapan layar di gawai saya ke Joko Anwar, sutradara dan penulis film Gundala di Twitter. Namun tidak ada balasan apapun darinya.

Dengan adanya situs Aparat di Iran ini, tidak heran bila informasi mengenai Iran di media digital seperti Youtube, tidaklah banyak. Bahkan cenderung sedikit sekali tersedia. Namun semenjak tahun 2019-an mulai banyak orang Iran yang mengunggah video video mereka yang menampilkan situasi Iran. Dan mendapatkan view yang cukup banyak dengan rata rata berbahasa Faris. Bisa jadi merupakan diaspora Iran yang bermukim di luar negeri dan rindu akan negerinya.

Pelarangan akses terhadap media media sosial dari luar khususnya Barat, telah mendorong lahirnya inisiatif dan teknologi aplikasi buatan Iran sendiri. Selain aplikasi media ada juga aplikasi untuk kebutuhan sehari-hari. Di antaranya seperti Snapp, sebuah aplikasi ride sharing, seperti Gocar-nya Iran. Tidak hanya menyediakan layanan taksi daring namun ada juga pengiriman barang seperti Gobox, atau pembelian barang kebutuhan rumah tangga dengan nama Snapp Market dan juga makanan Snapp Food. Seperti Gomart ataupun Gofood.

Saya sebagai pribadi, cukup sering menggunakan jasa Snapp Ride untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Walaupun kendaraan yang digunakan seringkali kendaraan yang sangat sederhana sekali yang diproduksi di dalam negeri Iran dengan merek Saipa dengan model Pride. Aplikasi ini masih mudah digunakan bagi orang seperti saya yang tidak bisa berbahasa Farsi. Paling hanya perlu sedikit tahu bahasa Faris, bilamana pengemudinya menghubungi dan kemampuan untuk membaca peta. Agar tidak salah dalam menentukan titik penjemputan ataupun pengantaran.

Selain Snapp Ride saya juga sering menggunakan Snapp Food untuk delivery makanan atau Snapp Market untuk belanja kebutuhan rumah bila tidak sempat pergi ke warung. Namun untuk akses kedua aplikasi ini, saya memilih menggunakan komputer. Karena masih memungkinkan untuk menterjemahkan dan memudahkan barang yang kita cari. Sehingga tidak perlu bergantung kepada orang yang bisa berbahasa Farsi. Pembayarannya pun dilakukan secara daring, dengan kartu debit bank dengan tidak keamanan yang cukup baik. Jadi hampir jadi pengalaman menggunakan aplikasi ini sangat nyaman hampir tanpa kendala. Bahkan untuk urusan galon air minum pun, saya pesan langsung pada situs Surprise; penyedia air mineral dalam galon tersebut. Untuk kemudian akan diantarkan dengan armada mereka langsung ke apartemen.

Iran sendiri sebenarnya memiliki beberapa sentra teknologi. Tidak terbatas fokus kepada teknologi digital seperti untuk memenuhi kebutuhan Smart City seperti di Tehran Urban Innovation Center. Namun juga teknologi yang bersifat lebih tinggi lagi seperti teknologi Nano ataupun teknologi untuk kedokteran yang saya ceritakan di halaman sebelumnya. Hal hal tersebut banyak dilakukan di Teknopark seperti Pardis Technology Park. Ada lagi Innovation House yang berada di Khesavars Boulevard, tepat pojok seberang Laleh park yang artinya dalam bahasa Persia adalah Tulip. Semacam inkubator perusahaan rintisan dan terafiliasi dengan ekosistem lain dari riset, mentoring and consulting, ruang kerja bersama, perbankan hingga jejaring investor.

Masih banyak cerita tentang Tehran, Iran, dan kota kota bersejarah lainnya. Namun tunggu ya tanggal tayangnya di buku! Coming soon 😀

====

Leave a comment