Hi! Nama saya Deasy Priadi, saya seorang istri dan ibu dari anak laki-laki berusia 2 tahun. Saya sudah tinggal di Amerika on/off sekitar 10 tahun, di mana 6 tahun terakhir saya merantau bersama suami. Pas kecil, saya sempat tinggal di Wisconsin bersama orang tua dan kakak, kemudian balik lagi ke Amerika untuk S2 di Baltimore, Maryland.
Setelah menikah, kami sempat tinggal di NYC di mana suami saya menyelesaikan pendidikan dokter spesialis. Lalu saya sempat melanjutkan studi di Virginia dan tinggal terpisah dengan suami (saat itu saya juga sedang hamil), kemudian pindah lagi ke Baltimore di mana anak saya lahir dan suami menyelesaikan pendidikan subspesialis. Sejak 2019, kami tinggal di Chester, Maryland di mana suami bekerja sebagai dokter. Kota ini berjarak tempuh sekitar 1 jam dari Washington, DC dan merupakan salah satu suburb kota tersebut.

Setelah anak saya lahir, saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Selain mengurus keluarga, saya juga punya online shop @sevenponies yang saya rintis dan jalani bersama dengan teman baik di Jakarta, dan juga mengurus @kebayainspiration di mana saya adalah founder dan admin, serta trading forex yang sudah saya lakukan sejak 2015. Beberapa bulan lalu, saya mulai menjadi tutor GMAT seminggu sekali untuk murid di Indonesia.
Cerita Pemilu 2020 AS
Saat ini, untuk pertama kalinya saya tinggal di kota kecil. Selama ini saya antara tinggal di kota besar atau college town, dimana penduduknya rata-rata liberal dan saya seperti hidup di dalam bubble. Saya terbiasa tinggal di kota dengan latar belakang beragam (terutama dari segi ras) dan di sekitar saya sebagian besar adalah pendukung partai Demokrat.
Tinggal di kota kecil memberikan pengalaman yang sangat berbeda. Walau Chester adalah suburb DC, masih banyak peternakan dan ladang jagung tidak jauh dari rumah. Demografinya juga sebagian besar kulit putih. County tempat saya tinggal adalah satu-satunya di Maryland yang representativenya adalah Republican. Dalam artian, semua anggota DPR dari Maryland berasal dari partai Demokrat, kecuali perwakilan dari Dapil (daerah pilih) saya yang berasal dari partai Republikan. Trump juga mendapat sekitar 61% suara di county ini. Pada awalnya saya cukup shock karena di jalanan lebih banyak liat banner dan spanduk Trump daripada Biden. Tapi beginilah potret kota kecil Amerika. Menurut saya, kota besar seperti NYC dan LA kurang representatif dari keadaan Amerika yang sebenarnya.
Di komplek tempat saya tinggal, sempat ada insiden di mana ada bendera Trump yang diambil dari halaman depan seseorang. Orang tersebut kesal dan heran kenapa ada yang tidak bisa menghargai pilihan orang lain. Akhirnya dia kembali masang bendera Trump lebih banyak lagi di halaman depan rumahnya. Haha.
Blue Lives Matter
Sementara tahun 2020 selain diisi dengan kampanye dan pemilu, juga ramai Black Lives Matter atau BLM terkait kasus yang menimpa George Floyd pada bulan. Untuk BLM, saya justru lebih sering melihat atribut-atribu Blue Lives Matter yang merupakan respons terhadap Black Lives Matter. Blue Lives Matter memperjuangkan keselamatan polisi, karena semenjak protes Black Lives Matter polisi banyak yang di-antagonize. Atribut yang saya lihat umumnya bumper sticker, bendera yang dipasang di truk, dsb. Penduduk kota kecil memang concernnya berbeda sekali dengan kota besar.
Walau demikian, saya tidak pernah merasa didiskriminasi oleh orang-orang di sini. Orang-orang yang saya temui sangat ramah dan welcoming layaknya penduduk kota kecil dan tidak pernah sekalipun ada yang pernah menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menganggap saya adalah orang asing (i.e. what country are you from? Your English is so good, etc).
Yang cukup lucu adalah pengalaman suami saya di kantor di mana ada beberapa kolega yang dari kecil tinggalnya di daerah sini. Mereka menganggap suami saya adalah “city boy”. Ada satu kolega yang takut sekali dengan NYC karena dianggap tidak aman dan penasaran dengan pengalaman suami naik subway setiap hari, Ada juga yang yang benar-benar asing dengan konsep Islam dan beberapa kali bertanya “so you don’t go to church?” atau “so you don’t celebrate Christmas?” seakan-akan itu adalah suatu hal yang bikin syok. Haha. Orang-orang kota kecil banyak yang tidak ter-expose dengan keberagaman sehingga terkadang terlihat seperti ignorant, padahal mereka adalah orang yang baik dan ramah.
Kalau melihat di berita, memang saat pemilu dan protes BLM keadaan di Amerika sangat mencekam. Tapi sebagian besar terjadi di kota besar. Kota kecil seperti Chester sangat aman dan hari-hari berjalan seperti biasa saja.
Kehidupan di Masa Pandemi COVID-19
Masing-masing county memiliki kebijakan sendiri perihal lockdown dan quarantine. Presiden tidak memiliki wewenang untuk memberlakukan lockdown dan quarantine secara nasional. Bahkan gubernur hanya dapat memberikan himbauan. Masing-masing county kemudian memutuskan sendiri apakah perlu lockdown/tidak. Sama halnya dengan keputusan membuka sekolah, dsb.
Saat ini tidak ada lockdown/quarantine. Public school sudah mulai buka (hybrid) dan private school, preschool, dan daycare sudah buka sejak beberapa bulan lalu. Anak saya sudah sekolah in-person sejak September. Restoran, gym, dan salon juga sudah buka walau kapasitasnya disesuaikan. Lagi-lagi karena kota kecil, tidak sulit melakukan social distancing dan berhubung tidak ada public transport, semua orang punya mobil sehingga penyebaran COVID bisa ditekan.
Supermarket memiliki jam-jam khusus di mana mereka buka hanya untuk populasi berisiko (orang tua, orang dengan underlying health condition). Vaksinasi terhadap tenaga kesehatan dan orang tua juga sudah mulai berjalan. Secara garis besar, hidup sudah berjalan seperti normal walau dengan penyesuaian.
——