Merantau di Nieuw-Vennep, Belanda

Karina Miatantri-Kienast

Hoi allemaal, nama saya Karina Miatantri-Kienast, biasa dipanggil Tantri. Ibu 1 anak yang saat ini tinggal di kota kecil Nieuw-Vennep. Jarang sekali yang pernah mendengar nama kota ini di Belanda, meskipun lokasinya sangat strategis, dengan kereta hanya 10 menit ke Bandara Schiphol dan 25 menit ke Amsterdam atau Den Haag. Dengan sepeda juga bisa dengan mudah gowes ke Keukenhof, kebun tulip favorit turis yang selalu ramai setiap musim semi tiba.

Salah satu dari 3 jembatan ikonik Nieuw-Vennep rancangan Calatrava

Kota Kecil Nan Strategis

Di Nieuw-Vennep saya tinggal dengan Holger, suami saya yang berasal dari Jerman, dan Freya, putri kami yang lahir di musim semi 2022. Sebelum tinggal di sini, saya pernah merantau di beberapa kota Belanda pada 2 periode berbeda, yaitu Groningen dan Utrecht (2015-2016) dan Rotterdam (2020).

Namun, di luar periode waktu itu saya tinggal dan bekerja sebagai Analis Infrastruktur di kota kelahiran saya, Jakarta. Sebagai big city girl dari Jakarta, jujur saya mati gaya tinggal di kota kecil. Di ketiga kota Belanda tempat tinggal sebelumnya, banyak sekali pilihan konser musik, kelas tari, seni, festival dan area kota yang bisa dieksplor.

Setelah menikah dan pindah ke Nieuw-Vennep pada pertengahan 2021, saya sempat stres karena kotanya sangat sepi. Kota ini memang lebih ramah anak dan cocok untuk keluarga dibandingkan kota besar. Banyak ruang terbuka hijau dan aktivitas olahraga yang bisa dicoba.

Amsterdamse waterleidingduinen, hutan cagar alam dekat rumah yang penuh dengan hutan liar

Karena saya memutuskan untuk fokus mengurus anak dan berhenti bekerja kantoran tapi tetap ingin punya aktivitas di luar rumah, beberapa bulan pertama saya aktif mencari inisiatif lokal dan aktivitas yang sesuai minat saya. Ternyata di kota kecil dengan penduduk 31.000 jiwa ini, banyak kegiatan sukarela dan inisiatif yang menarik untuk berbagai usia. Berikut ini adalah beberapa di antaranya yang saya ikuti.

Berkebun Organik di De Groenste Tuin

Orang Belanda senang sekali berkebun dan merawat tanaman. Kebanyakan rumah di sini penuh dengan berbagai macam bunga dan tanaman hias warna-warni. Selain itu, banyak lahan tidur yang dimanfaatkan sebagai volkstuin (kebun rakyat). Lahan dibagi menjadi petak-petak kecil yang ditanami sayuran dan buah-buahan. Suatu hari saya tidak sengaja menemukan De Groenste Tuin, kebun organik yang mencari sukarelawan. Wah, kapan lagi bisa belajar menanam sayuran dan buah-buahan secara gratis. Lucu kan, saya yang dari negara agraris tropis tidak tahu cara menanam makanan sehari-hari.

Rumah kaca tempat menanam tomat, cabai, basil, dll.

Bersama sukarelawan kebun yang kebanyakan oma-oma Belanda, saya belajar cara menyiapkan tanah untuk musim tanam tahun depan, menutup lahan dengan daun supaya terlindungi dari salju dan embun es, mencabut rumput liar, hingga panen wortel, kentang, labu, cabe, akar seledri (celeriac), bawang perai (leek), arugula, bunga-bungaan yang bisa dimakan, dll. Setiap akhir hari, oma-oma selalu menawarkan sayuran hasil panen untuk saya bawa pulang. Jadi saya bisa mencicipi hasil kebun juga, yang beberapa belum pernah saya lihat atau makan sebelumnya. Selain sehat fisik dan mental karena seharian jongkok mengolah tanah di udara terbuka, saya pun bisa latihan Bahasa Belanda dengan para oma dan pengunjung kebun.

Pertama kali Freya bertemu dengan para Oma di Groenste Tuin
Setiap hari Minggu, hasil kebun yang semuanya organik dijual dengan harga terjangkau
Open day tahunan dengan live music dan olahan hasil kebun

Ketting Kledingruil: Tampil Modis dan Ramah Lingkungan

Sejak kuliah di Bandung di awal tahun 2000-an, saya senang thrifting ke Tegalega untuk belanja baju atau tas vintage. Saya juga salah satu pelanggan Chicalega, merek baju co-founder Mamarantau kita tercinta 😀 Bahkan sudah seperti personal buyer saja, Chica hafal model-model baju yang saya suka.

Saat kuliah S2 di Groningen, untuk pertama kalinya saya mengenal konsep clothing swap, yaitu acara dimana setiap peserta bisa membawa sejumlah pakaian untuk ditukar dengan pakaian peserta lain. Intinya, tukaran baju. Acara ini selalu super seru, karena bisa kenalan dengan peserta lainnya dan saling kasih saran. Namanya juga perempuan ya… Rumpi banget.


Lockdown akhirnya memunculkan versi baru clothing swap, yang dalam Bahasa Belanda disebut dengan ketting kledingruil (ketting = rantai, kleding = pakaian, ruil = tukar). Inisiatif ini menawarkan cara mudah untuk bertukar pakaian dengan orang lain di lingkungan/kota yang sama tanpa berkumpul di satu tempat. Ide ini muncul di Amsterdam pada tahun 2020, dan saking suksesnya, saat ini sudah berkembang menjadi 410 rantai aktif di seluruh Belanda. Cara bergabungnya mudah.

Pertama-tama, saya mencari dan mendaftar ke admin rantai yang berlokasi di Nieuw-Vennep. Lalu, nama, alamat dan nomor telepon saya dicantumkan di suatu app yang berisi daftar peserta rantai berikut dimana tas pakaian berada dan tanggal tas diperoleh. Peserta sebelum saya akan mengantarkan tasnya ke saya, setelah 3-4 hari saya akan mengantarkan tas tersebut ke peserta berikutnya. Setiap anggota harus menjaga kebersihan isi tas, dan kerahasiaan data pribadi anggota lainnya. Baju yang diperoleh pun tidak boleh dijual kembali. Semuanya bersifat sukarela dan saling percaya.

Di Grup Facebook Ketting Kledingruil Nieuw-Vennep, anggota bisa berinteraksi dan mengirimkan foto baju yang mereka peroleh dari tas atau yang dimasukkan ke dalam tas. Berkat ketting kledingruil, saya hampir tidak pernah membeli baju baru. Setiap tas datang, rasanya seperti kejutan kecil karena saya tidak tahu isinya apa. Mulai dari gala dress, sweater, celana jogging, syal, banyak sekali pakaian unik yang mungkin tidak pernah terpikirkan untuk dibeli kalau lihat di toko. Tapi ketika dicoba, eh ternyata bagus juga. Mulai dari Zara, H&M, sampai jaket Adidas pernah saya temukan di tas. Ketika saya ingin decluttering atau mengembalikan baju yang tidak ingin saya pakai lagi, saya masukkan ke tas berikutnya. Belanda bisa dibilang surganya pasar dan toko vintage. Di setiap kota ada kringloop (toko yang menjual barang bekas) atau weggeefwinkel (toko giveaway/gratis). Orang-orang di sini peduli dengan isu minimalisme, 3R (Reduce – Reuse – Recycle), konsumerisme berlebihan, zero waste, dan mereka tidak segan untuk membeli atau menggunakan barang, baju atau mebel bekas yang kondisinya masih bagus. Semakin vintage, malah semakin mahal!

Nomor tas ditandai dengan gantungan kunci

Beberapa contoh baju di dalam tas

Taalwandeling & Taalcafe

Banyak orang nonBelanda yang tinggal bertahun-tahun di Belanda tanpa bisa Nederlands/Bahasa Belanda, karena menurut data EF (English First) di tahun 2022, Belanda adalah negara dengan tingkat profisiensi Bahasa Inggris nomor 1 di dunia. Hampir semua orang bisa berbahasa Inggris, dan banyak yang mumpuni dalam bahasa Eropa lainnya seperti Jerman, Prancis atau Spanyol. Yang bisa Bahasa Indonesia juga banyak, lho! Jangan sembarangan julid di tempat umum, siapa tau mas/mbak bule di samping mengerti. Hehe.

Meskipun bisa Bahasa Inggris, saat saya pindah permanen ke Nieuw-Vennep, saya memutuskan ingin lancar berbahasa Belanda, hitung-hitung menambah keterampilan dan memperluas network. Lantaran sehari-hari selalu bicara dalam Bahasa Inggris dengan suami, maka saya harus latihan di luar rumah. Awalnya admin Ketting Kledingruil yang mengetahui bahwa saya ingin belajar Nederlands, merekomendasikan Taalwandeling (taal = bahasa, wandeling = jalan-jalan). Seperti namanya, kegiatan ini mempertemukan sukarelawan Belanda dan pemelajar/peserta, sambil berjalan santai keliling kota dan latihan Nederlands selama 1 jam setiap minggunya.

Kebetulan peserta dan sukarelawan Taalwandeling semuanya wanita. Kebanyakan sukarelawan adalah pensiunan, dan umurnya ada yang mencapai 80an tahun tapi masih segar bugar dan awet muda. Lansia di Belanda memang berbeda dengan stereotipe lansia yang mulai pikun atau kurang sehat. Saya sering bertemu dengan lansia yang sudah berumur 70-90 tahun tapi masih bergaya
muda, memakai sepatu boots, jalan dan bicara dengan lancar. Sebisa mungkin mereka akan melakukan semua aktivitas sendiri, dan tetap menjaga hubungan sosial dengan warga lain melalui kegiatan sukarela, berkumpul di senior centre yang ada di setiap lingkungan atau mengikuti klub-klub olahraga lansia, seperti jogging dan renang. Dalam hal kesehatan, saya salut sekali dan semoga bisa mencontoh orang Belanda yang cenderung aktif dan sehat sampai usia lanjut.

Peserta Taalwandeling yang antara lain berasal dari Kazakhstan, Turki, Belarusia, India, Kroasia, Eritrea dan tentunya Indonesia 😉

Setiap Taalwandeling diakhiri dengan kopi atau teh di Perpustakaan Nieuw-Vennep

Peserta Taalwandeling juga merekomendasikan saya ke kegiatan belajar bahasa lainnya, yaitu Taalcafe atau kafe bahasa. Taalcafe Nieuw-Vennep mengajak pesertanya untuk pertama-tama menonton berita mingguan dari NOS Journal, acara berita dengan Bahasa Belanda yang sederhana dan mudah dimengerti. Setelah itu, peserta dibagi menjadi 3 grup dengan fokus yang berbeda: 1)
membaca artikel berita dengan tingkat bahasa yang cukup tinggi; 2) belajar kalimat dan tata bahasa sehari-hari; atau 3) yang ingin mengobrol santai saja. Kita bebas memilih grup yang ingin diikuti di setiap pertemuan.

Taalcafe dijalankan oleh 3 sukarelawan antusias, Hans, Rob dan Anita dan diikuti oleh peserta dari berbagai negara. Takjub sekali rasanya ketika pertama kali mengikuti Taalcafe, ternyata Nieuw-Vennep yang sekecil ini penduduknya sangat beragam.

Taalcafe edisi Paskah bersama anak-anak yang sedang libur sekolah

Melalui kedua aktivitas ini, saya mendapat teman baru dari berbagai penjuru dunia, antara lain Polandia, Rusia, Kroasia, India, Kazakhstan dan Turki, dan juga negara-negara yang jarang didengar, seperti Ghana, Mauritius, Belarusia, Georgia, dan Eritrea.

Di Taalcafe saya juga berkenalan dengan Fezanne dari Mauritius yang baru melahirkan anak keduanya. Fezanne banyak memberi saran dan tips sebagai ibu hamil di Belanda dengan segala seluk beluk dan tradisinya yang berbeda. Di mana sebaiknya mencari perlengkapan bayi, merek popok yang murah meriah, memilih tempat melahirkan (di rumah atau di rumah sakit), apa yang dimaksud dengan consultatiebureau, kraamzorg dan berbagai istilah asing seputar kehamilan. Kami berdua berusaha keras untuk berkomunikasi dengan kosa kata Bahasa Belanda yang terbatas. Setelah 2 jam mengobrol, saya bertanya, “Kamu bisa Bahasa Inggris nggak, sih?”, “Bahasa Inggris itu salah satu bahasa resminya Mauritius, say.”, jawab Fezanne. “Lah dari tadi kita ribet banget ngobrol pakai Bahasa Belanda ya!”, tawa kami berdua.

Cerita lucu dengan Fezanne ini saya sampaikan di Taalcafe, dan akhirnya saya diminta jadi perwakilan untuk berbagi tentang Taalcafe pada acara ulang tahun Taalhuis Haarlemmermeer yang ke-5 di bulan Maret 2022 dengan penonton yang jumlahnya 100-200 orang. Wah, deg-degan sekali rasanya harus pidato Nederlands di depan banyak orang. Bersama Hans, administrator Taalcafe
Nieuw-Vennep, saya bercerita tentang aktivitas Taalcafe, suka dukanya pindah dari megapolitan ke kota kecil di Belanda, dan manfaat yang saya peroleh sejak bergabung di Taalcafe, terutama sebagai ibu hamil. Meskipun keringat dingin dan di atas panggung saya banyak nge-blank, tapi penonton terhibur dan (sepertinya) mengerti apa yang saya sampaikan. Setelah pidato, beberapa penonton mengapresiasi usaha saya dan ada juga yang bicara dengan Bahasa Indonesia. Belanda memang tidak kekurangan inisatif untuk berkenalan dengan sesama warga atau belajar bahasa. Masih banyak kegiatan lainnya yang bisa disesuaikan dengan waktu luang dan minat kita.

Pidato Bahasa Belanda pertama kalinya setelah 9 bulan tinggal di Nieuw-Vennep

Menari Tradisional dan Kontemporer

Ada beberapa skill orang Indonesia yang menguntungkan jika dimiliki di Belanda, antara lain memasak dan menari. Masakan dan budaya Indonesia sangat digemari masyarakat Belanda. Warung dan restoran Indonesia ada di mana-mana, bahkan supermarket di sini menjual makanan jadi seperti nasi kuning, soto medan, atau rendang. Berhubung saya tidak jago masak tapi hobi menari, saya berjodoh dengan grup tari Indonesia yang tidak jauh dari rumah. Tidak cuma tradisional, tapi tari kontemporer dan a la Las Vegas Gala juga kami sanggupi. Grup tari Indonesia di Belanda cukup banyak dan laris manis hingga ke negara-negara tetangga. Saat musim panas adalah periode tersibuk bagi grup-grup tari karena banyaknya pasar malam dan festival. Jadi, untuk yang suka menari, bisa mencari grup tari terdekat atau bahkan memulai grup sendiri.

Mewakili Indonesia di Embassy Festival 2022 dengan gabungan tari-tari nusantara

Ceritanya bersambung di part berikut tentang menjalani kehamilan dan persalinan di Belanda ya!

Advertisement