Merantau di Groningen, Belanda

Halo! Nama saya Monika Oktora, biasa dipanggil Monik. Ibu dua anak, yang juga sedang sekolah. Sejak kecil memiliki hobi menulis, membaca, dan akhirnya memiliki blog dan buku sendiri. 

Kami merantau ke Groningen sejak tahun 2014. Sebelumnya saya dan keluarga bermukim di Bekasi. Saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan setelah melahirkan anak pertama saya. Setelah anak saya berusia 1.5 tahun, saya baru memberanikan diri untuk melanjutkan studi S2. Suami sangat mendukung rencana tersebut, bahkan ia yang lebih semangat mendorong saya untuk lanjut kuliah. 

Alhamdulillah saya diterima di program MSc. Medical Pharmaceutical Science, University of Groningen dengan beasiswa dari Indonesia. Saya dan keluarga pun hijrah ke Negeri Kincir Angin. Saat itu, suami pun berusaha mencari peluang kerja atau sekolah juga. Walaupun tidak mudah, tapi dalam waktu yang relatif tidak lama, akhirnya suami mendapatkan pekerjaan di bidang yang sama dengan pekerjaan yang ia tinggalkan di Jakarta. Mungkin itu adalah berkah dari ridanya suami dalam mendukung pilihan saya untuk sekolah lagi, jauh dari kampung halaman. 

Di pertengahan tahun 2016, saya menyelesaikan studi S2 saya. Sementara suami masih melanjutkan pekerjaannya. Saat itu yang terpikir oleh saya adalah untuk mengambil “jeda” setelah bergulat dengan kesibukan studi plus mengurus rumah tangga. Suami kembali mengingatkan saya untuk tidak terlalu lama terbuai oleh waktu luang. Selagi ada kesempatan bagus di rantau, maka sebagai muslim yang baik, harus juga tetap berikhtiar yang terbaik. Saya pun akhirnya dimotivasi oleh suami untuk mengurus aplikasi S3. Saya mencari profesor di universitas yang sama, hanya berbeda departmen dengan bidang S2 saya dulu. Kali ini keilmuan yang saya tuju sangat terkait dengan dunia farmasi klinik, bidang yang saya geluti sejak S1 sampai bekerja (saat di Indonesia).

Saat saya mengerjakan proposal penelitian S3 dan mencari beasiswa, Allah memberikan rezeki hamil anak kedua. Alhamdulillah acceptance letter dari profesor dan beasiswa keluar berurutan sebelum saya melahirkan anak kedua saya. Empat bulan setelah melahirkan, saya harus sudah memulai studi S3 saya. Maret 2018, adalah titik balik dari perjalanan saya sebagai ibu sekaligus PhD Mama. Rasanya Masya Allah, campur aduk, tidak bisa dituliskan. Sampai sekarang saat saya kilas balik ke momen tersebut, saya hanya bisa membatin dan mengucap zikir.

“Kok bisa yah ini emak-emak anak dua mau kuliah S3? Gak kebayang apa yang di depan kayak gimana? Kebayang repot dan stresnya? Astagfirullah … Subhanallah …” 

Mengikuti PhD thesis pitch competition

Qadarullah, Allah Maha Baik, dalam segala keterbatasan dan kekurangan saya selama empat tahun studi PhD ini, banyak hikmah dan berkah yang mengiringi. Insya Allah jika diizinkan, saya akan menyelesaikan PhD saya tahun ini. 

Suasana defense PhD di University of Groningen (saat saya menjadi paranim dari calon Doktor)

Kemudahan dalam Menjalani Kehidupan di Groningen

Belanda (katanya) lebih homey untuk bermukim dibandingkan dengan negara lain di Eropa. Sebabnya mungkin bisa karena Ada hubungan sejarah dengan Indonesia sejak zaman kolonialisme dulu. Ada memori, peninggalan sejarah, kultur yang terbawa dan tercampur antara Indonesia dan Belanda.

Mencari makanan Asia dan Indonesia tidak susah. Ada toko yang menjual perlengkapan dan bahan makanan Asia, khususnya Indonesia, hampir di tiap kota besar di Belanda. Ada restoran dan rumah makan Indonesia, terutama di kota besar seperti Den Haag, Amsterdam, dan Rotterdam. Jadi kalau kangen makanan Indonesia, ya bisa jajan. Asal jangan sering-sering kalau tidak mau terkena kantong kering, hehe. Jadi selama ada bahan makanan Asia, kita bisa masak sendiri. 

Selain makanan Indonesia, mencari bahan makanan halal juga mudah. Ada gerai toko daging halal milik orang Turki atau Maroko. Untuk muslim Insya Allah aman.

Orang-orang Belanda lebih terbuka dalam berbahasa Inggris. Tidak seperti Prancis dan Jerman yang sangat ketat bagi pendatang untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa mereka, Belanda lebih terbuka. Hal ini yang membuat saya dan suami menjadi terlalu nyaman untuk tidak belajar bahasa Belanda secara intens.  

Banyak mukimin dan pelajar Indonesia. Khususnya di kota tempat tinggal saya, Groningen. Groningen ini adalah kota pelajar, dan  sangat multikultur. Komunitas orang Indonesia juga cukup banyak. 

Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ke-76🇮🇩 – Gak ada pernak-pernik Indonesia, apalagi bendera 🇮🇩. Tapi gak papa. Bisa pakai bendera 🇳🇱 yang bagian bawahnya dirobek. Biar dramatis kayak pahlawan yang melakukan perobekan Bendera Londo di Surabaya 76 tahun silam😅

Tantangan hidup di Belanda

Mandiri. Apa-apa harus dikerjakan sendiri. Tidak ada orang tua dan saudara yang biasanya ada di lingkungan dekat kita, apalagi asisten rumah tangga yang biasanya meringankan beban rumah tangga. Tidak ada warteg dan warung makan padang yang tinggal beli, tidak ada g*food, g*send, atau fasilitas online lainnya yang mempermudah urusan dunia dengan hanya menggeser jari di layar ponsel.  

Transportasi. Di Groningen, paling enak ke mana-mana dengan sepeda: murah, cepat, dan nyaman. Asal: punya skill bersepeda yang lumayan, dan ingat jalan, atau bisa membaca peta. Skill bersepeda termasuk kemampuan utama kalau mau tinggal di Belanda. Ada jalur khusus untuk bersepeda, hal ini membuat kita menjadi sangat nyaman dan aman.

Ada pilihan transportasi lain seperti bus dan trem (untuk dalam kota), dan ada juga kereta (untuk antar kota). Tentunya gak ada ojek motor atau mobil online yang bisa dipesan kapan saja dengan harga terjangkau. Jadi kalau buru-buru, biasanya ya langsung ambil sepeda dan ngebut. Kalau cuaca lagi dingin (apalagi hujan), harus siap dengan jaket tebal, sarung tangan, kupluk, syal, dan kalau perlu jas hujan, biar tidak beku di jalan.

Negara empat musim. Sebagai manusia tropis yang dimanjakan kehangatan stabil matahari sepanjang tahun. Saya cukup merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan cuaca Belanda yang lebih sering berada di bawah sepuluh derajat celcius. Belum lagi hujan yang mendominasi hampir 65-70% sepanjang tahun di Belanda. Lalu saat musim dingin yang, hari terangnya pendek (mungkin sekitar 6-7 jam hari terasa terang), dan musim panas yang hari gelapnya pendek (paling pendek saat pukul 3.30 pagi sudah subuh, dan matahari baru terbenam di pukul 10 lebih).

Cherry Blossoms in Amsterdam!

Pandemi di Belanda

Selama pandemi sejak 2020 lalu, banyak sekali hal yang berubah, dan kami seperti beradaptasi lagi. Ada naik turun ketatnya dan pelonggaran aturan, tergantung pada angka kasus dan perbaikan kondisi. Ada Lock down, pembatasan di bidang horeca, jam belanja, sampai pada penyesuaian dengan work from home, serta school from home. Ada saat-saat tersulit adalah ketika lock down di puncak pandemi pertama dan kedua. Saat semuanya harus di rumah, anak-anak sekolah dari rumah, serta saya dan suami kerja dari rumah. Tidak terbayangkan hebohnya rumah saat itu. Untunglah supervisor saya juga mengerti dengan keadaan kami, well, hampir semua orang maklum dengan kondisi saat itu. 

Pemerintah juga sangat mengutamakan pendidikan anak, sehingga sektor inilah yang mendapat perhatian khusus ketika pandemi. Saat semua toko, horeca, dan tempat kerja masih ada pembatasan, sekolah anak usia 4-12 tahun adalah yang pertama kali dibuka, agar anak-anak bisa tetap sekolah dengan baik. Sekolah online saja dirasa tidak bisa mengcover pendidikan tatap muka. Tentunya dengan aturan yang ketat dan perhatian yang sangat, maka sekolah pun diusahakan tetap berjalan seperti biasa. 

Semua pengalaman berharga selama merantau di Belanda ini menjadi sayang jika saya tidak mengabadikannya menjadi sebuah buku. Akhirnya saya tuliskan pengalaman dan petualangan kami sekeluarga dalam buku. Alhamdulillah buku solo pertama saja berjudul Groningen Mom’s Journal, diterbitkan oleh Elexmedia Komputindo di awal tahun 2018.

Menyusul buku solo kedua saya berjudul The Power of PhD Mama, diterbitkan oleh NeaPublishing di awal tahun 2021. Semoga buku ketiga mengenai kisah perantauan kami akan bisa sampai ke tangan pembaca di akhir tahun nanti, aamiin.

Pendidikan dan Sekolah Anak di Belanda

Dari segi pendidikan secara umum, Alhamdulillah semuanya terpenuhi dan mudah. Pendidikan wajib mulai dari umur 4 tahun, dengan total 8-years of primary education. Pendidikan di Belanda itu gatis, accessible, dan tidak ada perbedaan mencolok antara tiap sekolah, dalam segi kualitas. Mungkin ada perbedaan kualitas atau variasi pengajaran, tapi menurut hemat saya, tidak sangat jomplang, jika dibandingkan dengan sekolah negeri vs sekolah swasta di Indonesia. 

Tipe pendidikan anak di sekolah dasar sangat menstimulasi anak untuk berpikir kritis. Tidak seperti pengalaman saya dulu ketika sekolah, yang lebih konvensional, di mana guru mengajar di depan, tapi tidak banyak praktek dari materi yang didapat. Ada banyak diskusi antara guru dan murid. Murid diajak untuk bertanya, dan memberikan pendapat. Guru juga menyesuaikan dengan pace setiap anak. Tidak pukul rata ‘one fits for all’. Rapot atau laporan akhir semester juga sangat komprehensif. Tidak berupa angka, tetapi ada penjelasan mengenai perkembangan dan kemampuan si anak di tiap-tiap bidang mata pelajaran utama. Ada juga catatan mengenai sikap dan soft skill si anak, seperti bagaimana cara dia bergaul, bagaimana ia bisa memahami situasi dan petunjuk saat belajar, bagaimana cara ia bekerja sama, dan cara dia bekerja. Mungkin karena jumlah anak dalam satu kelas tidak terlalu banyak (maksimal yang pernah saya tahu 27 anak dalam satu kelas) membuat lebih mudah bagi guru dan sekolah untuk mengatur dan memberi perhatian khusus pada tiap murid. 

Playing with friends is just as important as learning

Kadang saya bertanya-tanya, apa sih yang paling penting dalam tangga edukasi anak di usia TK-SD seperti Runa dan Senja? Pikiran saya melayang saat saya masih berseragam sekolah dulu. Paradigma yang ada adalah: 1. Pilih sekolah terbaik, 2. Jadi yang terbaik di sekolah. Katanya the better you do at school, the further you’ll go in life and be success. Jadi gak heran kalau di Indonesia orang tua berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik dan mendorong anaknya untuk berprestasi. Yang tentunya gak salah juga.

Tetapi, saya baru ngeh saat Runa dan Senja mulai sekolah di Belanda, bahwa it isn’t all about getting A grades or scoring > 80, and getting into the UGD (Universitas Gadjah Duduk). Pendidikan seharusnya memiliki tujuan jauh di atas itu. It’s also about the way of children’s well being and their development as an individual.

Yes, being smart is always good, but being survive yet happy is important. Untuk bisa survive, pintar aja gak cukup. Soft skills dan social skills penting utk ditanamkan di awal usia sekolah anak: How to make friends, be nice to them, menyelesaikan masalah bersama, bergantian saat bermain, berbagi, menjadi mandiri, be patient, be confident, dll.

Tapi tentu saya gak bisa membandingkan begitu saja edukasi di Indo dan di Londo. Sebab di Londo pendidikan bersifat merata, kaya atau miskin, anak seleb atau petani, Londo tulen atau imigran seperti kami, semua bisa dapat fasilitas sama. Sementara di Indo, orang kalangan ekonomi menengah ke bawah harus berusaha lbh keras untuk mengakses pendidikan yg baik. Belum sampai ke arah development berkelanjutan tadi. Namun semoga akan menuju ke arah yang lebih baik, aamin.

Di kelas Runa, setiap minggunya ada giliran menjadi ‘kind van de week’, atau kid of the week. Jadi si anak mendapatkan “perlakuan istimewa” dari guru dan teman-temannya. Apa saja itu? Misalnya si anak boleh duduk di sebelah sang guru saat sesi kringetje (duduk dalam lingkaran), bantu guru mencuci apel untuk dimakan saat istirahat. Kalau di esde saya dulu mungkin bantu hapus papan tulis kali yah, wkwk.. (Semacam piket dong😅).

Tapi yang istimewanya di pekan tsb, anak yang bersangkutan boleh mendapatkan testimoni dari teman-temannya. Guru meminta anak-anak untuk memikirkan dan menuliskan hal baik apa tentang si anak yg menjadi kid of the week. Runa juga pernah mendapatkan kesempatan itu. Suatu kali ia membawa pulang tumpukan kertas berisi tulisan tangan teman-temannya. Runa bilang dia senang banget baca tulisan-tulisan itu, terutama dari Sara, yang bilang “Ik vind jouw hoofddoek mooi” (Kupikir jilbabmu bagus).

Runa memang sering pakai jilbab ke sekolah, kami gak memaksakan, hanya membiasakan. Kalau Runa mau ya bagus.. apalagi pas winter kemarin malah enak pakai jilbab, anget. Kadang Runa juga suka minta pakai jepit rambut atau dikepang dua, ya gakpapa. Setelah, membaca komentar Sara, Runa jadi semangat pakai jilbab ke sekolah, Masya Allah.

Kalau dari segi fasilitas di luar sekolah atau pendidikan formal, yang paling membuat kami merasa sangat terbantu adalah 1. Keberadaan taman bermain/playground  (dalam bahasa Belanda kami menyebutnya speeltuin) yang terjangkau, ada di mana-mana, dan 2. Fasilitas perpustakaan anak/umum yang lengkap (kami menyebutnya bibliotheek).

Speeltuin

Pemerintah Belanda sepertinya mengalokasikan cukup dana untuk investasi pembuatan taman bermain. Taman bermain menjadi tempat yang mudah ditemukan di lingkungan pemukiman warga, setidaknya di Groningen ya. Sebagai contoh, di lingkungan tempat saya tinggal, dalam lingkup (katakanlah satu RW) bisa ditemukan satu taman bermain. Jika anak-anak ingin mencari alternatif taman bermain lainnya, tinggal cari dalam lingkup 500 meter sampai 1 kilometer, pasti ketemu taman bermain lain.

Gimana anak-anak tidak puas bermain di luar? Fasilitas taman bermainnya pun didesain dengan baik, kuat, dan aman untuk anak-anak kecil bermain di sana. Belum lagi di pusat perbelanjaan, juga dengan mudah ditemukan arena yang kids friendly. Saya dengar dari teman saya yang tinggal di kota besar seperti Amsterdam, menurutnya juga tidak sulit mencari arena bermain di sekitar tempat tinggal.

Bibliotheek

Saya masih ingat ketika anak kedua kami, Senja, yang lahir di Belanda, menginjak usia tiga bulan, kami medapatkan surat khusus yang menyatakan sang bayi sudah dapat mendaftarkan diri ke perpustakaan sebagai anggota. Rasanya spesial sekali mendapatkan surat yang dikirimkan oleh pemerintah kota bekerja sama dengan posyandu. Ada voucher di dalam surat tersebut untuk dibawa ke bibliotheek dan ditukarkan dengan kartu anggota beserta Boek Start, yaitu berupa seperangkat koper kecil berisi buku untuk bayi. Keanggotaan perpustakaan pun gratis sampai anak berusia 18 tahun. Tidak lupa beserta paket tersebut juga ada petunjuk bagi orang tua untuk menikmati aktivitas membaca bersama anak.

BoekStart

Memang anak-anak di Belanda dimanjakan dengan keberadaan perpustakaan yang berada di setiap wijk (distrik, katakanlah setara dengan kelurahan di Indonesia). Setiap anak bisa meminjam buku dengan gratis! Maksimal buku yang bisa dipinjam bisa sampai 15 buku dengan batas peminjaman sekitar tiga minggu. Untuk mengembalikan buku tersebut bisa ke bibilotheek manapun di seluruh penjuru kota.

Perpustakaan yang menurut anggapan banyak orang erat dengan suasana yang membosankan pun dijadikan tempat yang menarik untuk anak. Ada spot khusus membaca yang nyaman baik bagi anak maupun bagi orang tua yang ingin membacakan buku untuk anak. Koleksi bukunya pun lengkap dan menarik mulai untuk anak bayi sampai usia remaja. Perpustakaan dan buku didaulat untuk menjadi sahabat bagi anak dari sejak kecil. Jadilah, sampai saat ini, mengunjungi perpustakaan adalah salah satu bentuk rekreasi untuk Runa dan Senja.

Tempat yang menarik dikunjungi di Groningen dan sekitarnya

Groningen bukanlah kota besar, atau kota utama untuk dikunjungi para turis, seperti Amsterdam, Den Haag, atau Rotterdam. Meskipun begitu, ada beberapa tempat spesial untuk kami kalau ada kerabat atau teman yang berkunjung. Walaupun tidak semewah dan seterkenal tempat-tempat lain, untuk kami tempat ini favorit.

Martini Toren, Ikon kota Groningen

Natuurgebied Kardinge

Kardinge adalah salah satu cagar alam lokal di Groningen. Di sekitarnya ada padang rumput, pohon-pohon tinggi berjejer, sungai, dan hewan-hewan ternak yang bebas merumput. Ada track khusus untuk pejalan kaki dan penyepeda. Biasanya orang-orang berjalan santai atau jogging di sana. Semakin menarik, di sekitar sana ada kincir angin tua khas Belanda. Kincir angin ini termasuk monumen yang dilestarikan. Kita bisa mengunjungi ke dalam bangunan kincir angin ini juga lho (ada jam berkunjung, biasanya penjaganya yang membukanya).

Forum Groningen

Salah satu ikon kebanggan Groningen, dan juga tempat favorit kami adalah Forum Groningen. Bangunan 10 lantai ini adalah cultural center terbesar di Utara Belanda.

Forum Groningen

Bangunan ini baru diresmikan tahun 2019. Fasilitasnya sangat lengkap, mulai dari perpustakaan, kafe, tourist information and shop, cinema, arena belajar, tempat meeting, tempat eksibisi, sampai ada fancy restaurant di teras lantai paling atas. Dari lantai paling atas, kita bisa melihat pemandangan kota Groningen. 

Anak-anak paling betah kalau diajak ke Forum Groningen, soalnya mereka bisa memilih banyak buku untuk dibaca dan dipinjam, sambil menempati spot favorit mereka di sana. Ada juga fasilitas edukasi interaktif seperti machine learning screen, medialab, dan game interaktif. 

Reitdiephaven rumah warna-warni

Reitdiephaven adalah pelabuhan kecil di tepi barat laut kota Groningen (haven = pelabuhan). Letaknya dekat dengan rumah kami. Sebenarnya pelabuhan ini bukan destinasi turis, tapi karena di sekitar pelabuhan ini ada rumah-rumah bergaya Skandinavia dengan warna-warni cerah, jadilah tempat ini menjadi sangat menarik untuk menjadi lokasi foto, sangat instagrammable, katanya. Dari sana kita juga bisa menyewa perahu untuk mengelilingi sungai dan kanal di Groningen. 

Komunitas Indonesia di Groningen

Yang paling dirindukan ketika merantau tentunya adalah kehangatan dan guyubnya orang Indonesia. Alhamdulillah di Groningen dan Belanda ada komunitas-komunitas Indonesia sebagai penyambung tali silaturahmi sesama para perantau. Kami saling membantu, berkumpul, sampai membuat  event-event spesial untuk komunitas dan untuk umum juga. 

De Indonesian Groningen Moslem Society (DeGromiest) 

DeGromiest adalah organisasi komunitas muslim yang tinggal di Groningen. Dulu komunitas ini dibentuk oleh beberapa pelajar dan mukimin yang belajar dan bekerja di Groningen. Awalnya mereka mengadakan pengajian rutin, lama-kelamaan dirasa perlu untuk membuat organisasi untuk memayungi kegiatan-kegiatan Islam di Groningen, maka dibentuklah DeGromiest. Anggotanya juga bervariasi, kebanyakan memang pelajar, tapi juga ada masyarakat keturunan Indonesia-Belanda, Suriname, atau yang menikah campur dengan warga negara Belanda. Semakin lama komunitas orang Indonesia ini semakin besar, kegiatan-kegiatan pun semakin terstruktur. Ada kegiatan pengajian rutin, Tadarus Keliling (DarLing), Pengajian Anak (DeGromiest Kinderen), Silaturahmi akbar, penampungan infaq dan sedekah (Gerakan Lima Euro/GALIRO), sampai kegiatan mewadahi Jumatan per beberapa pekan khusus untuk orang Indonesia (kami menyewa aula sendiri). Tidak lupa ada kegiatan berbuka bersama dan tarawih ketika Ramadan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Berikut web dan instagramnya: https://degromiest.nl/; https://www.instagram.com/degromiest/.

Perhimpunan Pelajar Indonesia di Groningen (PPIG)

Pergerakan pelajar memang sudah banyak diusung sejak zaman Moh. Hatta dan rekan-rekan sekolah di Belanda. Ternyata semangat berhimpun ini juga awet sampai sekarang. Di Belanda ada Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda yang terpusat di Den Haag. Di tiap-tiap kota yang ada universitasnya, juga terbentuk PPI yang solid dibangun oleh para pelajarnya. PPI Groningen merupakan salah satu PPI dengan anggota terbanyak di Belanda. Mulai dari mahasiswa S1 sampai S3, semuanya terhimpun dalam PPI. Kegiatan PPI Groningen yang biasanya rutin diselenggarakan setiap tahun, dan tentunya paling ditunggu-tunggu adalah event olahraga satu Eropa, GroensCup. Dalam event ini, PPI kota lain di Belanda, di Jerman, Prancis, bahkan UK juga turut ikut serta berlomba. Ditambah peserta dari komunitas Indonesia di berbagai kota di Belanda juga mengirimkan kontingennya. Perhelatan olahraga terbesar Indonesia di Belanda ini memperebutkan piala juara umum dan juara-juara tiap cabang olah raga, seperti futsal, basket, badminton, voli, tenis meja, panco, sampai game FIFA. Berikut web dan instagramnya https://ppigroningen.nl/; https://www.instagram.com/ppigroningen/ 

Forum Komunikasi (FORKOM) Muslim di kota-kota Belanda

Komunitas pengajian kota orang Indonesia semakin banyak dan bertumbuh di Belanda. Di tiap kota, bisa ditemukan komunitas pengajian kota, seperti halnya DeGromiest di Groningen, ada pengajian kota di Eindhoven, Utrecht, Maastricht, Amsterdam, Den Haag, Delft, Wageningen, Enschede, Rotterdam, dan lainnya. Komunitas ini menyebar dari ujung utara sampai selatan Belanda. Untuk menghimpun komunitas-komunitas ini, maka pada tahun 2021, didirikanlah Forum Komunikasi Muslim Indonesia di Belanda. Berikut Instagramnya https://www.instagram.com/forkom.nl/

Berkenalan lebih lanjut dengan Monik melalui: Instagram @monikaoktora monikaoktora.com

Advertisement