bebeBebe –   An Indonesian stranded in Sweden. Found her home away from home in a small city called Helsingborg.  A wife and a mom of a cute baby girl who has a passion for photography and design. A gadget-freak, manga lover and k-pop listener.

Tentang keluarga. Nama saya Bebe, yang tentunya bukan nama saya yang sebenarnya. Nama ini adalah panggilan kesayangan dari suami, yang juga saya panggil ”Bubu”. Alasan kemisteriusan nama ini berawal dari suami yang keberatan nama aslinya saya tulis di blog (ga mau namanya muncul di Google, katanya saat itu). Akhirnya supaya nyaman dan ’karir’ menulis blog saya bisa lebih panjang, permintaannya saya turuti. Saya menikah dengan Bubu, yang merupakan pria berkewarganegaraan Swedia pada tahun 2010 yang lalu dan membawa saya hijrah ke negeri asal IKEA ini.
Bersama Bubu di Göteborg (kota terbesar kedua di Swedia, setelah Stockholm)

Resident Permit Swedia. Ketika merencanakan pernikahan dulu, sudah menjadi tekad kami berdua bahwa setelah menikah, saya akan langsung pindah ke Swedia bersama Bubu. Tentunya untuk bisa tinggal di negara ini saya membutuhkan ijin tinggal atau resident permit (RP). Memang sih kalau dilihat-lihat pengajuan RP jauh lebih susah dan lama dibandingkan visa. Tapi dibandingkan dengan keharusan memperpanjang visa setiap beberapa bulan sekali sepertinya mengurus RP menjadi pilihan yang lebih tepat. Apalagi dengan memegang RP itu saya juga otomatis mendapatkan work permit di Swedia. Jadi kalau memang berencana untuk langsung mencari kerja, tidak kesulitan dalam masalah ijinnya.  Untuk info lebih lanjut tentang dokumen bisa dibaca di sini ya.

Perjalanan proses pengajuan aplikasi RP saya sendiri dimulai dari bulan Oktober 2009 dengan perkiraan proses aplikasi akan memakan waktu setidaknya 6 bulan. Tapi ternyata bulan Februari 2010 saya mendapatkan jawaban dari pihak imigrasi Swedia (melalui Bubu yang statusnya masih calon suami dan tinggal di Swedia) kalau aplikasi saya ditolak dengan alasan saya tidak ada rencana menetap di Swedia dalam waktu dekat. Nggg.. Maksutnyaaa???

Langsung keesokan harinya, Bubu mengirimkan banding (appeal) ke kantor imigrasi di Swedia untuk menolak hasil yang kami terima dan meminta keputusannya agar dipertimbangkan ulang, hanya untuk mendapatkan jawaban yang sama satu setengah minggu setelahnya. Karena masih tidak puas dengan jawaban yang didapatkan, kami menggunakan kesempatan appeal ke-2, dimana kali ini prosesnya tidak lagi dilakukan oleh kantor imigrasi, melainkan pengadilan imigrasi. Setelah berbulan-bulan tanpa kabar, barulah pada bulan Juni 2010 Bubu mendapat sebuah surat dari pengadilan yang menyatakan bahwa saya berhak mendapat resident permit Swedia yang berlaku untuk 2 tahun. Fiuuuh.. Finally!! Alhamdulillah..

Setelah proses penuh drama dan air mata, pada bulan Okt 2010 saya pergi meninggalkan Indonesia dan menginjakkan kaki di kota Malmö, Swedia yang merupakan kota tempat tinggal kami yang pertama.

malmo-1
Landmark kota Malmö, The turning torso (gedung tinggi di sebelah kiri)
malmo13A
Pusat kota Malmo ; Malmo adalah kota terbesar ketiga di Swedia dan merupakan ibukota propinsi Skåne
Jembatan Öresund (bahasa Swedia: Öresundsbron) adalah sebuah jembatan-terowongan kereta api dan jalan raya yang melintasi Selat Øresund. Jembatan ini menghubungkan Swedia (kota Malmo) dan Denmark (Copenhagen) dan merupakan jembatan jalan dan rel terpanjang di Eropa. Hanya memakan waktu tempuh sekitar 35-45 menit dengan menggunakan kereta atau mobil.

Hanya setahun kami tinggal di Malmö sampai akhirnya memutuskan untuk pindah ke Helsingborg karena memang kantor suami (yang bekerja di sebuah perusahaan konsultan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir) berada di kota ini.

 Skåne County, sometimes referred to as
Malmo dan Helsingborg terletak di Skåne Lan atau “Scania County” dalam bahasa Inggris, adalah daerah paling selatan di Swedia.
Setelah beberapa tahun tinggal merantau dan menikmati fase honeymoon berdua (*uhuk*), kami dikaruniai  anak perempuan kami yang pertama, Jo, yang lahir pada awal tahun 2014 silam.
Keluarga kami, Maret 2015.
Tentang Helsingborg. Helsingborg adalah sebuah kota kecil di pinggir pantai di propinsi Skåne yang terletak di daerah selatan Swedia. Kota ini merupakan titik terdekat antara Swedia dan Denmark, yang saking dekatnya, di hari yang cerah kita bisa melihat ke Denmark dengan mata telanjang.
helsingborg city
Historic Helsingborg dengan banyak bangunan tua, adalah sebuah kota pantai yang indah.
helsingborg city (2)
At its heart, Helsingborg is a sparkly showcase of rejuvenated waterfront, metro-glam restaurants, lively cobbled streets and lofty castle ruins.

Kontur kota Helsingborg terbilang unik karena walaupun letaknya di pinggir pantai, tapi langsung berbukit-bukit. Di bagian pusat kota di dekat pelabuhan terletak stasiun kereta, pertokoan, city hall (rådhuset), tempat pameran Seni (Dunkers Kulturhus) dan lain sebagainya.

helsingborg6
Kota Helsingborg dari atas

Jika kita berdiri di tepi pantai dan melihat ke sebrang di hari yang cerah, akan terlihat dengan jelas kota Helsingör, Denmark yang bisa didatangi menggunakan ferry selama 15 menit perjalanan.

Pusat kotanya Helsingör, Denmark.
Tinggal nyebrang: pusat kota Helsingör, Denmark.
Pemandangan kota Helsingborg ke arah Helsingör dari atas saat winter

Tempat yang paling terkenal di Helsingborg mungkin adalah benteng Kärnan yang lokasinya persis di tengah kota. Benteng ini merupakan peninggalan jalan perang antara Denmark dan Swedia dulu.

A 600 year old medieval fortress (Kärnan) in the city centre

Pindah ke tempat baru untuk pertama kalinya, dalam hal ini ke negeri orang, bukanlah hal yang mudah dan terkadang menakutkan untuk beberapa orang. Belum lagi kalau pindahnya sendiri (baik karena menikah, kerja, sekolah, dsb). Ga cuma harus rela keluar dari zona nyaman, tapi juga harus bisa survive tanpa bantuan keluarga dan kerabat. Selain itu masih harus beradaptasi juga dengan bahasa baru (yang seringnya terdengar sangat ajaib seperti bahasa planet), tradisi dan kebiasaan yang pasti jauh berbeda dengan di tanah air. Pendeknya, ga semua orang akan bisa cepat merasa betah.

Untuk saya sendiri, pindah ke Swedia merupakan pengalaman pertama saya hidup jauh dari orang tua. Karena itulah menjelang keberangkatan saya ke Swedia, sempat juga merasa cold feet dan ragu mau berangkat atau ga. Yah gimana juga yang sebelumnya bisa ketemu orang tua kapan aja, kali ini akan terpisahkan jarak ribuan kilometer jauhnya. Kalau nanti aku kangen gimanaaa? Hiks. Namun setelah akhirnya berangkat dan tinggal di Swedia beberapa tahun terakhir ini, alhamdulillah bisa dikatakan saya betah (saking betahnya sampai sekarang belum pernah pulang kampung loh. Hih!) hahaha…

Atas dasar itulah di post ini saya ingin berbagi tips (ala saya tentunya) tentang cara supaya cepat betah tinggal di negeri orang. Tentunya tips ini sifatnya personal dan berdasarkan kondisi saya di Swedia. Tapi saya berharap berguna juga untuk teman-teman yang ingin pindah ke negara lainnya, terutama yang baru pertama kali tinggal di negeri orang seperti saya.

Tips bagi para first-timer mamarantau:

1. Siapkan mental & lower your expectation – tips pertama ini memang sekilas terlihat template dan superficial ya? Kayaknya semua orang pasti ngomong gitu. Tapi berdasarkan pengalaman pribadi, menyiapkan mental sebelum berangkat ternyata cukup membantu. Cara mempersiapkannya seperti apa? Kalau saya sih dengan banyak browsing tentang Swedia. Selain itu minta Bubu juga untuk cerita tentang kota tempat saya akan tinggal nanti seperti apa (mall-nya apa aja?, penting itu, haha).

Salah satu foto kiriman Bubu dulu sebelum saya pindah, yang disertai pesan: “so you’ll feel at home”

Persiapan lain saya juga sempat belajar masak (yang mana sampai berangkat cuma bisa bikin spaghetti bolognese doang), and last but not least banyak berdoa supaya cepat ikhlas dengan berbagai kondisi yang akan saya lalui di tempat baru.

Sekarang sudah bisa masak berbagai macam masakan yang saya tuangkan juga di blog yang khusus saya dedikasikan untuk berbagi resep masakan.

Kenapa cepat ikhlas? Karena walaupun tinggal di LN itu terlihat indah, tapi saya yakin ga semua secantik hasil foto atau gambar yang ada di TV, maupun berdasarkan cerita orang. Pasti ada sesuatu yang bikin kita berkomentar ”meh gini doang? Di Jakarta lebih keren mallnya!” atau malah shock ketika tau begitu tau yang namanya nyewa/bayar ART atau suster itu mahal sehingga semua harus dikerjakan sendiri. Dengan banyak browsing, tanya-tanya, berdoa memantapkan hati dan terpenting, lower my expectation, saya berharap sih apapun kondisinya nanti saya udah ga kaget lagi dan bisa menerima dengan lapang dada.

snow-2
Tantangan cuaca yang kadang terlalu dingin – kadang berpengaruh juga untuk membuat proses betah-tidak betah ini.

2. Don’t look back (too much) with anger. Alias.. Jangan semua dikit-dikit dibandingin sama keadaan di Indonesia atau di tempat kita dulu. Yang paling susah saya lalui ketika pindah ke sini adalah ga ngebandingin harga barang dan jasa yang diketok di Swedia. Setiap mau beli apa pasti dikurs balik ke Indo. Mau ngapain, kurs lagi balik ke Indo. Kebanyakan kayak gitu ujung-ujungnya cuma sakit ati doang, trus pundung pingin balik.

Tapi setelah saya sadar kecuali saya punya kemampuan lebih untuk bisa bolak balik Jakarta – Swedia beberapa kali tiap tahunnya, ngebandingin terus gitu ga ada gunanya. Ya masaaa ga mau makan atau beli baju karena harga beras atau kaos mungkin 2-3 kali lipat dari di Jakarta. Rambut juga ga mungkin dibiarin awut-awutan ga dirapihin cuma karena harga salonnya luar biasa. Lagipula sekilas memang harga barang & jasa di Indonesia terlihat murah, tapi hitunglah juga tiket pesawat PP-nya. Misalnya potong rambut disana cuma 25rb, kalo plus pesawat jadi 17jutaan+25 rb. Seketika ongkos potong deket rumah yang tinggal jalan kaki jadi terlihat lebih murah deh.. Hihihi

3. If you miss it, make it (or buy it) – salah satu faktor yang bikin seseorang kadang ga betah tinggal di negeri orang adalah makanan. Like we all know, makanan Indonesia cenderung lebih berbumbu dan ‘nendang’ dibandingkan makanan barat. Tentu aja rasanya berbanding lurus dengan kesulitan pembuatan dan bahan-bahannya yang buanyaaak. Kalau misalnya tetiba kangen makanan Indonesia, my advice: belajarlah untuk bikin sendiri. Ga perlu harus ambisius harus bikin semua dari awal. Pakai bumbu instant juga menurut saya cukup kok untuk mengurangi rasa rindu. Seperti yang saya sudah tulis di tips nomor 1, yakni lower your expectation.

Kalau kadung males bikin terus gimana? Ada beberapa pilihan sih. Pilihan pertama gigit jari sambil nangis sesegukan di pojok kamar atau opsi kedua yaitu cari teman setanah air yang jago masak/jualan makanan Indonesia. Contohnya di Skåne sini ada orang Indonesia yang melayani menu-menu nusantara dari gudeg, siomay, pempek, dsb. Harganya tentu lumayan kalo dibandingin sama aslinya di Indo, tapi seperti tips no.2.. kalo dibanding nambah tiket belasan juta, yang deket ini jadi berasa lebih murah koook.. Serius! Sebaliknya.. kalau kita belajar masak trus akhirnya bisa jualin lagi ke teman-teman setanah air.. lah lumayan juga bukaaaan?

ketoprak-02-small
Ketoprak ala-ala – yang penting ga kangen lagi

4. Make yourself at home. Perasaan ga betah dan pingin pulang kadang diakibatkan kita masih merasa seperti orang asing di negeri asing ini. Yah technically emang bener sih.. ahaha, tapi ga berarti harus terus-terusan merasa seperti itu kan? Cara yang paling mudah menurut saya adalah dengan belajar bahasanya. Untuk beberapa negara kita sudah bisa belajar bahasannya sewaktu masih di Indonesia (contohnya bahasa Belanda, Jerman, Perancis, mandarin) jadi ketika pindah bisa lebih mudah berkomunikasi dengan orang lokal. Tapi bagi orang-orang yang pindah ke negara yang bahasanya ga familiar di Indonesia (seperti contohnya Swedia ini lah), berkenalan dengan bahasa Swedia biasanya dimulai ketika sudah pindah. Dengan belajar bahasanya, peluang untuk lebih berkembang tentunya makin besar. Makin banyak kesibukan artinya ga ada waktu lagi untuk bermuram durja berangan-angan “seadainya masih di Indonesia”. Untuk masalah budaya, menurut saya sih seiring waktu pasti kita bisa beradaptasi juga. Dipilih-pilih sendiri yang bagus diambil, yang jelek dihindari.

Belajar bahasa Swedia: “Svenska”

5. Time to start over. Untuk yang pindah ke luar negeri (terutama yang negaranya beda bahasa) atas dasar menikah dengan orang lokalnya kemungkinan besar harus memulai semuanya lagi dari nol. Harus pelan-pelan belajar bahasanya dulu, abis itu baru mulai cari-cari kerja/intership, dsb. Ijazah dan pengalaman kerja di Indonesia bisa dibilang ga ada harganya. Sedih? Pasti!

Cuma kalo mau diambil positifnya, kepindahan ini bisa dianggap sebagai kesempatan kedua loh. Misalnya dulu di Indonesia kita kerja atau kuliah ga sesuai dengan minat yang dimau, kali aja setelah pindah ini bisa benar-benar menekuni bidang yang kita sukai. Toh semuanya juga harus ulang lagi dari awal kan (harus sekolah lagi, dll). Jadi kenapa ga. Jenis pekerjaan yang kita mau coba juga ga sebatas pekerjaan kantoran di belakang meja. Karena semua pekerjaan (at least di Swedia yah) nilainya sama. Ga ada pekerjaan yang lebih elit dan yang rendahan. Mau jadi pelayan restoran, tukang potong rambut, pegawai supermarket, guru, dokter dkk bagi orang sini ya umum dan sama aja. Tentu dari gaji ya tetep ada tingkatannya masing-masing, cuma kalo dari segi gengsi mah (sejauh yang saya perhatikan selama ini) ga ngaruh yaaa.

Ga pede cari kerja seperti saya? Bisa juga membuat peluang kerja sendiri alias wiraswasta. Contohnya teman dekat saya memutuskan untuk membuka layanan travel wedding dan honeymoon ke Bali untuk market Swedia. Dan melihat contoh teman saya tersebut saya pun mencoba mendapatkan penghasilan dengan menjadi designer/fotografer freelance.

Freelance Photographer – Jo dan Bubu mendampingi saya ketika sedang menerima pekerjaan untuk foto suatu acara

6. Create your own small circle of friends. Kangen dengan keluarga biasanya yang menjadi alasan saya suka berpikiran untuk pulang ke Indonesia. Apalagi ketika pindah ke Swedia saya bergantung sepenuhnya ke suami sebagai teman dan keluarga saya satu-satunya. Oleh karena itu ketika pada akhirnya saya bertemu beberapa orang  Indonesia dan menjadi akrab, rasanya seperti mendapat durian runtuh. Karena walau jauh dari keluarga, saya mendapat keluarga baru di sini. Tapi tentu aja mencari yang cocok itu gampang-gampang susah dan ga melulu harus teman setanah air loh. Bertemu orang-orang dari negara lain tapi ternyata klik dan cocok, ya kenapa ga. Yang penting keep it small and simple. Nothing’s worse than having a drama when you are far-far away from home. Quality over quantity still the best policy for me.

7. Just enjoy it. Bagi saya kesempatan untuk ngerasain tinggal di negeri orang itu adalah kesempatan emas yang mungkin ga datang dua kali dan belum tentu semua orang bisa dapat. Kalau untuk liburan ya masih bisa lah setelah rajin menabung pergi kemana-mana, tapi kalau untuk beneran menetap permanent, yah prosesnya ga semudah kalau liburan kan (malah dalam kasus saya penuh drama penolakan dan airmata). Tinggal sementara (untuk beberapa tahun trus balik) ataupun yang permanen (tanpa ada rencana untuk balik) bagi saya sama aja. Malah yang tinggal sementara menurut saya lebih mudah karena toh tiap hari itu layaknya menunggu hari pulang. Jadi seeneq-eneqnya tinggal di negara baru, in the end you’ll be back home soon. Daripada nanti pas udah balik ke Indonesia malah nyesel kebanyakan ngeluh, mendingan dinikmati aja kan.

Daripada mengeluh: “Dingin banget..! Ga bisa kemana-mana..!”. Adanya salju dan pemandangan yang indah adalah salah satu alasan kenapa saya bisa menikmati winter.

8. If all else fails.. buy a plane ticket and go home! Hahahaha.. ya ini judulnya kayak ngusir yaa? Maksud saya kalau emang udah senep, sebel, kesel ga betah-betah juga tinggal di negara baru ya lebih baik rajin menabung trus pulang ke Indonesia deh tiap 3-4 bulan sekali (buat potong rambut atau pijet-pijet) atau mungkin balik for good? Toh dipaksain tinggal di suatu tempat tanpa kita merasa nyaman juga artinya menyiksa diri sendiri bukan?

Segitu saja tips dari saya untuk betah merantau di negeri orang. Semoga bermanfaat…!

——-

Bebe menulis tentang kehidupan di Swedia di http://www.bebenyabubu.com, tentang masakan di bebeskitchen.wordpress.com, dan foto keseharian di Instagram: @hejjossan. Foto-foto terlampir adalah karya Bebe, foto jembatan dan map didapat dari situs yang terhubung langsung. Beberapa keterangan pada gambar didapatkan dari situs Wikipedia.

One thought on “Merantau di Helsingborg

Leave a comment